Pages

 

Rabu, 03 April 2013

Laporan Praktikum Konservasi Tanah dan Air

2 komentar


I.     PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Sumber daya alam utama yaitu tanah dan air mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Tanah mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan, dan sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan (Arsyad S, 1989). Kedua fungsi tersebut dapat menurun atau hilang, hilang atau menurunnya fungsi tanah ini yang biasa disebut kerusakan tanah atau degradasi tanah.
Hilangnya fungsi tanah sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dapat terus menerus diperbaharui dengan pemupukan. Tetapi hilangnya fungsi tanah sebagai tempat berjangkarnya perakaran dan menyimpan air tanah tidak mudah diperbaharui karena diperlukan waktu yang lama untuk pembentukan tanah. Kerusakan air berupa hilangnya atau mengeringnya sumber air dan menurunnya kualitas air. Hilang atau mengeringnya sumber air berkaitan erat dengan erosi, sedangkan menurunnya kualitas air dapat dikarenakan kandungan sedimen yang bersumber dari erosi atau kandungan bahan-bahan dari limbah industri/pertanian. Dengan demikian kedua sumber daya tersebut (tanah dan air) harus dijaga kelestarian fungsinya dengan upaya-upaya konservasi tanah dan air.
Konservasi tanah adalah penempatan tiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah dilihat hanya sebagai control terhadap kerusakan akibat erosi dan memelihara kesuburan tanah (Lundgren dan Nair, 1985: Young, 1989).
Pemakaian istilah konservasi tanah sering diikuti dengan istilah konservasi air. Meskipun keduanya berbeda tetapi saling terkait. Ketika mempelajari masalah konservasi sering menggunakan kedua sudut pandang ilmu konservasi tanah dan konservasi air. Secara umum, tujuan konservasi tanah adalah meningkatkan produktivitas lahan secara maksimal, memperbaiki lahan yang rusak/kritis, dan melakukan upaya pencegahan kerusakan tanah akibat erosi. Konservasi tanah dan air atau yang sering disebut pengawetan tanah merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan produktifitas tanah, kuantitas dan kualitas air. Apabila tingkat produktifitas tanah menurun, terutama karena erosi maka kualitas air terutama air sungai untuk irigasi dan keperluan manusia lain menjadi tercemar sehingga jumlah air bersih semakin berkurang.
Sasaran konservasi tanah meliputi keseluruhan sumber daya lahan, yang mencakup kelestarian produktivitas tanah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mendukung keseimbangan ekosistem.

1.2.       Tujuan Pratikum
Tujuan pratikum Konservasi Tanah dan Air adalah untuk mengetahui tingkat erosi di sutu kawasan, jenis erosi yang terjadi, cara konservasi yang cocok untuk diterapkan di kawasan tersebut, dan mengetahui kelas kesesuaian lahan.



II.  TINJAUAN PUSTAKA

2.1.       Erosi
Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya.
Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran.
Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak.
Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh manusia.
Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih terkena erosi. sedimen yang tinggi kandungan pasir atau silt, terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah. porositas dan permeabilitas sedimen atau batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. Sedimen yang mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi daripada pasir atau silt. Dampak sodium dalam atmosfer terhadap erodibilitas lempung juga sebaiknya diperhatikan

2.2.       Tingkat Erosi/Jenis-Jenis Erosi
Erosi tanah terjadi secara bertingkat dimulai dari erosi yang paling ringan hingga erosi yang paling berat. Adapun tingkatan erosi adalah sebagai berikut:
Ø  Pelarutan
Tanah kapur mudah dilarutkan air sehingga di daerah kapur sering ditemukan sungai-sungai di bawah tanah.
Ø  Erosi percikan (splash erosion)
Curah hujan yang jatuh langsung ke tanah dapat melemparkan butir-butir tanah sampai setinggi 1 meter ke udara. Di daerah yang berlereng, tanah yang terlempar tersebut umumnya jatuh ke lereng di bawahnya.
Ø  Erosi lembar (sheet erosion)
Pemindahan tanah terjadi lembar demi lembar (lapis demi lapis) mulai dari lapisan yang paling atas. Erosi ini sepintas lalu tidak terlihat, karena kehilangan lapisan-lapisan tanah seragam, tetapi dapat berbahaya karena pada suatu saat seluruh top soil akan habis.
Ø  Erosi alur (rill erosion)
Dimulai dengan genangan-genangan kecil setempat-setempat di suatu lereng, maka bila air dalam genangan itu mengalir, terbentuklah alur-alur bekas aliran air tersebut. Alur-alur itu mudah dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa.
Ø  Erosi gully (gully erosion)
Erosi ini merupakan lanjutan dari erosi alur tersebut di atas. Karena alur yang terus menerus digerus oleh aliran air terutama di daerah-daerah yang banyak hujan, maka alur-alur tersebut menjadi dalam dan lebar dengan aliran air yang lebih kuat. Alur-alur tersebut tidak dapat hilang dengan pengolahan tanah biasa.
Ø  Erosi parit (channel erosion)
Parit-parit yang besar sering masih terus mengalir lama setelah hujan berhenti. Aliran air dalam parit ini dapat mengikis dasar parit atau dinding-dinding tebing parit di bawah permukaan air, sehingga tebing diatasnya dapat runtuh ke dasar parit. Adanya gejala meander dari alirannya dapat meningkatkan pengikisan tebing di tempat-tempat tertentu.
Ø  Streambank Erosion
Streambank erosion pada umumnya terjadi pada sungai yang berbelokan tergantung pada derasnya arus sungai. Sungai yang mempunyai belokan yang banyak, menyebabkan arus sungai terhadap erosi tebing akan terjadi dengan dua kemungkinan, yaitu:
a)        Terjadinya suatu belokan disebabkan oleh tanah disekitar belokan tersebut resistensinya kurang kuat, sehingga arus yang melaju yang biasanya pada tiap belokan ada dipinggir akan makin mengikis tanah pada sisi yang daya tahanya kurang kuat itu, sehingga menjadikan makin membelok sungai tersebut.
b)        Makin berliku-likunya belokan tersebut, arus sungai pada mulut belokan terpaksa mencari arah lain yaitu dengan mengikis sisi yang lain pada belokan, pengikisan akan  berlangsung terus sehingga resistensi tanah kurang kuat maka akan tercipta arus sungai yang baru ( Kartasapoetra, 1985).
Streambank Erosion adalah proses pengikisan tanah pada tebing-tebing  sungai dan penggerusan dasar-dasar sungai oleh air aliran sungai. Streambank Erosion ini disebabkan oleh krakteristik tebing sungai sebagai berikut: 1) sungai yang sebagian besar disebabkan oleh adanya gerusan aliran  sungai, 2) tebing sungai dengan krakteristik tanah terdiri dari bahan berpasir dengan kelembaban tinggi., 3) sungai yang memiliki krakteristik tanah yang solid mempunyai resistensi tinggi terhadap pengelupasan partikel tanah ( Asdak, 1995)
Streambank Erosion adalah pengikisan tanah pada tebing sungai dan penggerusan dasar sungai oleh aliran sungai. Dua proses berlangsungnya erosi tebing sungai adalah oleh  adanya gerusan  air sungai dan adanya longsoran tanah pada tebing sungai. Streambank Erosion oleh gerusan aliran sungai terjadi setelah debit aliran besar berakhir atau surut, sedangkan Streambank Erosion oleh adanya longsoran tanah ditentukan oleh keadaan kelembaban tanah ditebing sungai menjelang terjadinya erosi ( Arsyad, 1989).
Ø  Longsor
Tanah longsor terjadi karena gaya gravitasi. Biasanya karena tanah di bagian bawah tanah terdapat lapisan yang licin dan kedap air (sukar ketembus air) seperti batuan liat. Dalam musim hujan tanah diatasnya menjadi jenuh air sehingga berat, dan bergeser ke bawah melalui lapisan yang licin tersebut sebagai tanah longsor.

2.3.       Metode USLE
Perkiraan atau prediksi besarnya laju erosi yang mungkin terjadi di lapangan dapat ditentukan antara lain dengan menggunakan metode Wischmeier dan Smith (1978) yang dikenal dengan Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT) atau dalam bahasa Inggris Universal Soil Loss Equation (USLE) , yaitu sebagai berikut :
A = R x K x L x S x C x P
·           A adalah banyaknya tanah tererosi (ton/ha/tahun),
·           R adalah faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks
·           Erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30 ), tahunan,
·           K adalah faktor erodibilitas (kepekaan) tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang panjangnya 22 meter (72,6 kaki) terletak pada lereng 9 % tanpa tanaman,
·           L adalah faktor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 22 meter (72,6 kaki) di bawah keadaan yang identik,
·           S adalah faktor kemiringan/kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kemiringan lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9 % di bawah keadaan yang identik,
·           C adalah faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman,
P adalah faktor tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus seperti pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik.

2.4.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi Berdasarkan Rumus USLE
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi adalah sebagai berikut:
a.    Faktor Erosivitas Hujan (R)
Data curah hujan dari stasiun pengamatan hujan lokasi penelitian, selama 15  tahun terakhir. Data curah hujan ini digunakan untuk mengetahui faktor erosivitas  hujan ( R) melalui persamaan Bols (1978) :
R =
Dimana
EI30        : 6,119 (CH)1,21 . (HH)-0,47 . (P.Max) 0,53
CH         : rata-rata curah hujan bulanan (cm)
HH        : jumlah hari hujan per bulan (hari)
P.Max    : curah hujan maksimum selama 24 jam pada bulan yang  bersangkutan (cm)

b. Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Faktor erodibilitas tanah (K) atau faktor kepekaan erosi tanah dihitung dengan persamaan Wischmeier dan Smith (1978) :



Dimana :
K    : Faktor erodibilitas tanah
M    : Parameter ukuran partikel (Hammer, 1978  dalam Hardoamidjojo dan
Sukartaatmadja, 2008)
  a      : Bahan organik tanah (% C x 1,724)
b     : Harkat struktur tanah (Tabel 3)
c     : Harkat permeabilitas profil tanah

Bila tekstur tanah yang tersedia telah diketahui seperti persentase debu dan pasir sangat halus, persentase bahan organik, struktur tanah dan permeabilitas  tanah maka  erodibilitas  tanah dapat ditentukan dengan menggunakan nomograf dengan cara:
§  Persentase debu dan pasir sangat halus yang sudah diketahui, ditetapkan pada  titik yang bersesuaian pada sumbu tegak sebelah kiri dari nomograf
§  Dari titik perpotongan ditarik garis horizontal hingga memotong grafik  persentase pasir yang bersesuaian
§  Tarik garis vertikal hingga memotong grafik kelas lahan organik yang  bersesuaian
§  Tarik garis horizontal ke kanan hingga memotong grafik kelas struktur tanah yang bersesuaian
§  Dari titik perpotongan tarik garis vertikal ke bawah hingga memotong kelas  permeabilitas tanah yang bersesuaian
§  Dan dari titik perpotongan tersebut tarik garis horizontal ke kiri hingga memotong skala indeks erodibilitas K.
a.              Faktor Topografi (LS)
Faktor ini merupakan gabungan antara pengaruh panjang dan kemiringan lereng. Faktor S adalah rasio kehilangan tanah per satuan luas di lapangan terhadap kehilangan tanah pada lereng eksperimental sepanjang 22,1 m (72,6 ft) dengan kemiringan lereng 9%. Persamaan yang diusulkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) dapat digunakan untuk menghitung LS


 


Dimana
S  = Kemiringan lereng (%)
L  = Panjang lereng (m)
b.             Faktor Penutup dan Konservasi Tanah (CP)
Faktor pengelolaan tanaman merupakan rasio tanah yang tererosi pada suatu jenis pengelolaan tanaman terhadap tanah yang tererosi pada kondisi permukaan lahan yang sama, tetapi tanpa pengelolaan tanaman. Untuk jenis tanaman dengan rotasi tanaman tertentu atau dengan cara pengelolaan pertanian dapat menggunakan tabel 5 karena faktor pengelolaan tanah dan tanaman penutup tanah (C) serta faktor teknik konservasi tanah (P) diprediksi berdasarkan hasil pengamatan lapangan dengan mengacu pustaka hasil penelitian tentang nilai C dan nilai P pada kondisi yang identik.

2.5.       Metode Konservasi
Teknik konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butirbutir hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan mengurangi laju aliran permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara terhanyut (Agus et al., 1999).
Manusia mempunyai keterbatasan dalam mengendalikan erosi sehingga perlu ditetapkan kriteria tertentu yang diperlukan dalam tindakan konservasi tanah. Salah satu pertimbangan yang harus disertakan dalam merancang teknik konservasi tanah adalah nilai batas erosi yang masih dapat diabaikan (tolerable soil loss).
Jika besarnya erosi pada tanah dengan sifat-sifat tersebut lebih besar daripada angka erosi yang masih dapat diabaikan, maka tindakan konservasi sangat diperlukan. Ketiga teknik konservasi tanah secara vegetatif, mekanis dan kimia pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu mengendalikan laju erosi, namun efektifitas, persyaratan dan kelayakan untuk diterapkan sangat berbeda. Oleh karena itu pemilihan teknik konservasi yang tepat sangat diperlukan.


1.        Metode Vegetatif
Teknik konservasi tanah secara vegetatif adalah setiap pemanfaatan tanaman/vegetasi maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat laju aliran permukaan, peningkatan kandungan lengas tanah, serta perbaikan sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi.
Tanaman ataupun sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta meningkatkan peresapan air ke dalam tanah.
Teknik konservasi tanah secara vegetatif yang akan diuraikan dalam makalah ini adalah: penghutanan kembali (reforestation), wanatani (agroforestry) termasuk didalamnya adalah pertanaman lorong (alley cropping), pertanaman menurut strip (strip cropping), strip rumput (grass strip), barisan sisa tanaman, tanaman penutup tanah (cover crop), penerapan pola tanam termasuk di dalamnya adalah pergiliran tanaman (crop rotation), tumpang sari (intercropping), dan tumpang gilir (relay cropping).
Dalam penerapannya, petani biasanya memodifikasi sendiri teknik-teknik tersebut sesuai dengan keinginan dan lingkungan agroekosistemnya sehingga teknik konservasi ini akan terus berkembang di lapangan. Keuntungan yang didapat dari system vegetatif ini adalah kemudahan dalam penerapannya, membantu melestarikan lingkungan, mencegah erosi dan menahan aliran permukaan, dapat memperbaiki sifat tanah dari pengembalian bahan organik tanaman, serta meningkatkan nilai tambah bagi petani dari hasil sampingan tanaman konservasi tersebut.
2.        Metode Mekanik
Cara mekanik adalah cara pengelolaan lahan tegalan (tanah darat) dengan menggunakan sarana fisik seperti tanah dan batu sebagai sarana konservasi tanahnya. Tujuannya untuk memperlambat aliran air di permukaan, mengurangi erosi serta menampung dan mengalirkan aliran air permukaan (Seloliman, 1997).
Termasuk dalam metode mekanik untuk konservasi tanah dan air di antaranya pengolahan tanah. Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pokok pengolahan tanah adalah menyiapkan tempat tumbuh bibit, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa-sisa tanaman dan memberantas gulma (Arsyad, 1989).
Pengendalian erosi secara teknis-mekanis merupakan usaha-usaha pengawetan tanah untuk mengurangi banyaknya tanah yang hilang di daerah lahan pertanian dengan cara mekanis tertentu. Sehubungan dengan usaha-usaha perbaikan tanah secara mekanik yang ditempuh bertujuan untuk memperlambat aliran permukaan dan menampung serta melanjutkan penyaluran aliran permukaan dengan daya pengikisan tanah yang tidak merusak.
Pengolahan tanah menurut kontur adalah setiap jenis pengolahan tanah (pembajakan, pencangkulan, pemerataan) mengikuti garis kontur sehingga terbentuk alur-alur dan jalur tumpukan tanah yang searah kontur dan memotong lereng. Alur-alur tanah ini akan menghambat aliran air di permukaan dan mencegah erosi sehingga dapat menunjang konservasi di daerah kering. Keuntungan utama pengolahan tanah menurut kontur adalah terbentuknya penghambat aliran permukaan yang memungkinkan penyerapan air dan menghindari pengangkutan tanah. Oleh sebab itu, pada daerah beriklim kering pengolahan tanah menurut kontur juga sangat efektif untuk konservasi ini.
Pembuatan terras adalah untuk mengubah permukaan tanah miring menjadi bertingkat-tingkat untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan dan menahan serta menampungnya agar lebih banyak air yang meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi (Sarief, 1986). Menurut Arsyad (1989), pembuatan terras berfungsi untuk mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan oleh tanah, dengan demikian erosi berkurang.
3.        Metode kimia
Kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Yang dimaksud dengan cara kimia dalam usaha pencegahan erosi, yaitu dengan pemanfaatan soil conditioner atau bahan-bahan pemantap tanah dalam hal memperbaiki struktur tanah sehingga tanah akan tetap resisten terhadap erosi (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1985).
Bahan kimia sebagai soil conditioner mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap stabilitas agregat tanah. Pengaruhnya berjangka panjang karena senyawa tersebut tahan terhadap mikroba tanah. Permeabilitas tanah dipertinggi dan erosi berkurang. Bahan tersebut juga memperbaiki pertumbuhan tanaman semusim pada tanah liat yang berat (Arsyad, 1989).

2.6.       Kawasan Bervegetasi
2.6.1.      Vegetasi Hutan
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.
Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembap, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.

2.6.2.      Vegetasi Rumput
Rumput sering diartikan sebagai gulma, karena tumbuhan-tumbuhan tersebut sering tumbuh di tempat yang tidak  dikehendaki, seperti jalan, pinggiran rumah, di lading, lahan pertanian dan di tempat-tempat lain. Rumput yang sengaja dipelihara untuk keindahan atau kebutuhan lainnya tidak disebut sebagai gulma, karena bermanfaat bagi manusia, seperti rumput taman, rumput lapangan golf, rumput lapangan bola kaki, juga rumput peliharaan untuk makan ternak dan sebagainya. Oleh karena itu rumput merupakan tumbuhan yang dapat berguna bagi manusia ataupun dapat merugikan manusia. Dalam banyak hal, analisis vegetasi rumput akan banyak manfaatnya sesuai dengan keperluan dan tujuan penganalisisan.
Banyak sekali jenis gulma yang tumbuh secara liar dipermukaan tanah, mulai tempat yang miskin unsure hara sampai yang kaya unsure hara. Sifat inilah secara umum yang membedakan gulma dengan tanaman budidaya. Cara berkembang biak gulma ada beberapa cara yaitu dengan umbi, biji, akar, stolon, rhizome, dll.

2.7.       Kelas Kesesuaian Lahan
Tabel 1. Kriteria Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan (Sumber : Sys et al. 1991)  :
Indeks Lahan
atau Iklim
Nilai
Ekivalensi
Tingkat
Pembatas
Kelas Kesesuaian
Lahan
> 75
50 – 75
25 – 50
12 – 25
< 12
100 – 85
85 – 60
60 – 40
40 – 25
< 25
Tidak ada
Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat
S1
S2
S3
N1
N2
Kesesuaian lahan merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan penilaian dan pengelompokan suatu kawasan tertentu dari lahan dalam hubungannya dengan penggunaan yang dipertimbangkan (FAO, 1976) dalam Sitorus (1998).Struktur dari kesesuaian lahan menurut metode FAO (1976) yang terdiri dari empat kategori yaitu :
Ordo
Tingkat ini menunjukkan apakah lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu.  Oleh karena itu ordo kesesuaian lahan dibagi dua, yaitu :


1.    Ordo S : Sesuai
Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau dengan sedikit resiko kerusakan terhadap sumber daya lahannya.  Keuntungan yang diharapkan dari hasil pemanfaatan lahan ini akan melebihi masukan yang diberikan.
2.    Ordo N : Tidak Sesuai
Lahan yang termasuk ordo ini mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah suatu penggunaan secara lestari.
Kelas
Ada tiga kelas dari ordo tanah yang sesuai dan dua kelas untuk ordo tidak sesuai, yaitu :
1.    Kelas S1  :   Sangat Sesuai
Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan secara lestari atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksinya serta tidak akan menaikkan masukan dari apa yang telah biasa diberikan.
2.    Kelas S2  :   Cukup Sesuai
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari.  Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan sehingga akan meningkatkan masukan yang diperlukan.
3.    Kelas S3  :   Sesuai Marjinal
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan yang lestari.  Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan.
4.    Kelas N1 :   Tidak Sesuai pada saat ini
Lahan yang mempunyai pembatas yang lebih berat, tetapi masih mungkin diatasi.
5.    Kelas N2 :   Tidak Sesuai selamanya
Lahan yang mempunyai pembatas yang permanen, mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan.


III.   BAHAN DAN METODE


3.1.       Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan di kawasan objek wisata Candi Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar pada tanggal 22 Desember 2012. Praktikum ini dilaksanakan selama 1 hari, dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai 18.00 WIB. Praktikum dilakukan pengamatan analisis tanah di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Riau.
3.2.       Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel di lapangan yaitu ring sampel ukuran besar dan kecil, pisau cutter, kantong plastik, bor tanah, cangkul, meteran, dan buku Munsell Soil Color Chart, Afnelefel,  sedangkan bahan yang digunakan yaitu data sekunder dan data primer lahan tersebut, tanah ultisol, . Selanjutnya alat dan bahan yang digunakan untuk pengamatan sifat kimia tanah yang dilakukan di laboratorium yaitu:
a.       Pengamatan pH tanah
Alat yang digunakan untuk pengamatan pH tanah yaitu elektroda gelas pH meter, tabung film, mesin pengaduk, dan botol semprot, sedangkan bahan yang digunakan yaitu air suling (H2O), larutan penyangga (Buffer) pH 4,0 dan pH 7,0, dan tissue gulung
b.      Pengamatan Al-dd tanah
Alat yang digunakan untuk pengamatan Al-dd tanah yaitu labu erlenmeyer 100 dan 250 ml, corong, gelas ukur 100 ml, tabung plastik, pipet 25 ml, dan buret 25 ml, sedangkan bahan yang digunakan yaitu larutan 1 N KCL, aquades, indikator fenolptalein, larutan baku 0,1 N NaOH, 0,1 N HCL, larutan 4% NaF, kertas saring whatman, dan tissue gulung.
c.       Pengamatan Kadar air tanah
Alat yang digunakan yaitu ring sampel, pisau, plastik, karet, timbangan analitik, dan oven sedangkan bahan yang digunakan yaitu sampel tanah dari lapangan.

d.      Pengamatan C-organik
Alat yang digunakan yaitu erlemeyer 250 ml, pipet, buret 50 ml sedangkan bahan yang digunakan yaitu asam fosfat, asam sulfat, NaF, larutan 1 N K2Cr2O7, indikator feroin, dan larutan 0,5 N fero sulfat
e.       Pengamatan permeabilitas
Alat yang digunakan yaitu ring sampel, bak perendam, alat penetapan permeabilitas, gelas ukur, gelas piala, stopwatch dan penggaris, sedangkan bahan yang digunakan yaitu sampel tanah tidak terganggu dari lahan dan air.

3.3.       Metode Praktikum
Pelaksanaan praktikum dilakukan secara observasi lapangan dan  laboratorium yang mana observasi lapangan dilakukan di objek wisata Candi Muara Takus Kecamatan XIII Koto Kampar yang mana untuk mengambil data lapangan seperti keadaan vegetasi, pengambilan sampel tanah, data pengukuran kemiringan lahan, tindakan konservasi yang dilakukan dan data curah hujan serta penentuan struktur tanah, setelah itu pelaksanaan praktikum dilakukan di laboratorium seperti pengamatan permeabilitas, kandungan pasir, liat, dan debu tanah, kandungan bahan organik, kadar air dan pH tanah. Dalam menghitung tingkat bahaya erosinya digunakan metode USLE dari Weischmeier dan Smith.
Adapun langkah-langkah Pelaksanaan praktikum di lapangan antara lain ;
·      Ditentukan lahan yang akan dijadikan lokasi praktikum
·      Ditentukan titik pengambilan sampel tanah
·      Diukur kemiringan
·      Diukur panjang lereng
·      Dibor tanah untuk menghitung laju permeabilitas, caranya yaitu : Dibor tanah sedalam 1 m, diambil sampel tanah (dalam ring sampel), dimasukkan air kedalam tanah yang sudah dibor, diukur turunnya air dan dicatat sebagai laju permeabilitasnya
·      Dihitung laju permeabilitasnya
·      Dihitung nilai R 
·      Dihitung nilai K dengan rumus :
Rumus :
·      Dihitung nilai LS
·      Ditentukan nilai C
·      Ditentukan nilai P (konservasi tanah dan air).
·      Ditentukan nilai besarnya erosi dengan rumus :A = R.K.LS.C.P (dalam satuan ton/ha/tahun) Dimana:A = Banyaknya tanah tererosi (ton ha-1 yr-1)R = faktor curah hujan dan aliran permukaan (Erosivitas) (MJ mm ha-1 hr-1 yr-1) K = faktor erodibilitas tanah (ton ha hr MJ-1 mm-1 ha-1) LS = faktor panjang dan kemiringan lerengC = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah.

3.4.       Pelaksanaan Praktikum
3.4.1.      Observasi dilapangan
Adapun cara kerja di lapangan yaitu masing-masing kelompok mengambil data kemiringan lahan, data curah hujan, vegetasi yang ada di sekitar lahan, tindakan konservasi yang dilakukan dan pengambilan sampel tanah terganggu dan tidak terganggu di hutan sekunder dan lahan rerumputan. Pengambilan sampel tanah tidak terganggu digunakan untuk mengetahui permeabilitas sedangkan sampel tanah terganggu digunakan untuk mengetahui tekstur tanah, struktur tanah, kandungan bahan organik tanah dan pH tanah. Adapun cara kerja pengambilan sampel tanah
·      Pengambilan sampel tanah terganggu
Tanah di lapangan dibor sampai kedalaman 20 cm, lalu tanah dikerat sesuai posisi mata bor, kemudian sampel tanah yang diambil dilepas di atas kertas atau plastik. Setelah itu lakukan seperti cara sebelumnya hingga tidak menemukan bahan induk/ batuan kira-kira hingga kedalaman 120 cm, lalu tanah masing-masing lapisan diukur dengan meteran. Kemudian tanah diamati warnanya dengan menggunakan buku Munsell, lalu tekstur dan struktur tanah tanah juga diamati. Lalu sampel tanah kedalaman 0-10 cm  dan 10-20 cm diambil dan dimasukkan ke kantong plastik untuk diamati ke laboratorium.

·      Pengambilan sampel tanah tidak terganggu
Lapisan tanah yang akan diambil diratakan dan dibersihkan, kemudian ring sampel diletakkan tegak pada lapisan tanah tersebut. Tanah yang berada disekeliling ring digali dengan menggunakan pisau atau cangkul. Setelah itu tanah dikerat dengan menggunakan pisau cutter hingga permukaan ring sampel rata. Lalu ring sampel yang lain diletakkan di atas tepat ring sampel pertama untuk mengambil tanah pada kedalaman berikutnya dan lalu ring sampel yang lain ditekan sampai bagian bawah dari ring sampel masuk kira-kira 1 cm. Lalu tanah digali kembali dengan cangkul dan ratakan permukaan ring sampel seperti yang pertama kemudian tutup ring sampel dengan kantong plastik yang bertujuan untuk menjaga penguapan atau kadar air tanah yang diambil.

3.4.2.      Analisis laboratorium
   Sampel tanah yang telah di dapat di lapangan lalu dianalisis di Laboratorium tanah Fakultas Pertanian UR untuk mengetahui untuk mengetahui tekstur tanah, struktur tanah, kandungan bahan organik tanah dan pH tanah serta permeabilitas tanah. Adapun cara kerja pengamatan masing-masing yaitu sebagai berikut:
·      Pengamatan pH tanah
Sampel tanah diambil 5 gr dan dimasukkan ke dalam tabung film, lalu tambahkan 5 ml H2O. Kemudian sampel tanah dalam tabung film diaduk dengan mesin pengaduk 30 menit dan sampel didiamkan lebih kurang 1 jam, lalu sampel tanah diukur dengan pH meter yang telah dikalibrasi dengan buffer. Setelah itu sampel yang lain diukur sebagai berikut, akan tetapi sebelum melakukan pengukuran pH, elektroda pH meter dibilas dengan air suling dan keringkan dengan tissu baru selanjutnya dipakai untuk pengukuran pH selanjutnya.
·      Pengamatan Al-dd tanah
Sampel tanah diambil 5 gr dan ditambah 1 N KCl 50 ml lalu sampel dimasukkan ke dalam tabung film, kemudian sampel tanah di shaker. Setelah itu sampel tanah disaring dengan menggunakan kertas saring whattman dan hasil saringan ditampung dengan erlemeyer. Lalu sampel tanah tersebut diambil 25 ml dan ditetes dengan indikator fenolptalein. Kemudian larutan sampel tanah dititrasi dengan 0,1 NaOH hingga timbul warna merah muda dan catat volume NaOH yang terpakai. Setelah itu larutan sampel tanah ditambahkan 0,1 N HCl sebanyak 2 tetes dan tambahkan 10 ml 4 NaF. Titrasi kembali dengan 0,1 N HCl dan catat jumlah volume HCl yang terpakai dan hitung nilai Al-dd dengan menggunakan rumus sbb:
Ø  me H-dd/100 g = (ml NaOH x N NaOH) – (ml HCl x N HCl) x 40
Ø  me Al-dd/100 g = ml HCl x N HCl x 40
·      Pengamatan kadar air tanah
Sampel tanah yang tidak terganggu dari lapangan ditimbang tanah dengan ring sampel lalu dicatat beratnya kemudian ring sampel tanah dioven, setelah dioven ditimbang kembali tanah dengan ring sampel, lalu timbang ring tanpa tanah dicatat beratnya. Setelah itu, kurangi berat tanah sebelum dan sesudah dioven  dengan berat ring tanpa tanah sehingga didapat berat basah tanah dan berat kering tanah. Kemudian hitung kadar air dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
·      Pengamatan C-organik
Sampel tanah yang sudah digiling diambil 0,25 g dan masukkan ke erlemeyer lalu 5 ml 1 N K2Cr2O7 ditambahkan sambil digoyang-goyangkan, kemudian 10 ml H2SO4 pekat sambil digoyang-goyangkan. Setelah tercampur sempurna larutan didiamkan lebih kurang 15 menit. Lalu 100 ml aquades, 5 ml H3PO4, 0,1 g NaF, dan indikator feroin ditambahkan ke larutan tersebut, setelah itu dititrasi dengan FeSO4 hingga berubah menjadi warna merah bata. Kemudian lakukan cara yang sama untuk blanko,lalu lakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut :
% Bahan Organik = % C-organik x 1,724
·      Pengamatan permeabilitas
Sampel tanah yang diambil dari lapangan menggunakan ring direndam dalam air pada bak perendam sampai ketinggian 3 cm dari dasar bak selama 24 jam. Setelah dilakukan perendaman selesai, sampel tanah di ring sampel dipindahkan ke dalam alat penetapan permeabilitas, lalu air dari kran dialirkan ke alat tersebut. Kemudian diamkan selama lebih kurang 6 jam setelah itu lakukan pengukuran banyaknya volume air yang keluar setiap 1 jam sebanyak 5 kali. Lalu ambil rata- rata pengukuran dari pengamatan pertama hingga kelima, setelah itu lakukan perhitungan dengan rumus :
Keterangan :
K  = Permeabilitas (cm/jam)
Q  = Banyaknya air yang mengalir setiap pengukuran (ml)
t    = Waktu pengukuran (jam)
L  = Tinggi Ring (cm)
H  = Tinggi permukaan air dari permukaan contoh (cm)
A  = Luas Permukaan contoh tanah (cm2)

3.4.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
   Analisis data yang digunakan dalam praktikum ini yaitu analisis data kuantitatif, yaitu teknik analisis yang mengolah dan mengintrepretasikan data dalam bentuk angka-angka yang bersifat matematis. Data-data fisik yang diperoleh di lapangan dan data analisis laboratorium diolah dan dianalisis.
A = R x K x L x S x C x P
 
Untuk penghitungan tingkat bahaya erosi digunakan yaitu metode USLE  yang dikembangkan oleh dari Weischmeier dan Smith. Adapun persamaannya ialah sebagai berikut :

Keterangan :
A  = Rata-rata tanah tererosi (Ton/ha/th)
R = Erosivitas curah hujan (KJ/ha/th)
K  = Erodibilitas tanah (Ton/KJ)
L  = Faktor panjang lereng (m)
S   = Faktor kemiringan lereng (%)
C  = Indeks pengelolaan tanaman
P   = Indeks tindakan konservasi
·      Erosivitas curah hujan
Faktor R menyatakan faktor fisik hujan yang dapat menyebabkan timbulnya proses erosi (disebut dengan erosivitas hujan). Erosivitas hujan tahunan yang dapat dihitung dari data curah hujan yang diperoleh dari pengukur hujan. Erosivitas hujan merupakan daya erosi hujan pada suatu tempat. Nilai erosivitas hujan dapat dihitung berdasarkan data hujan yang diperoleh dari penakar hujan otomatik dan dari penakar hujan biasa. Adapun persamaan yang digunakan dalam untuk menentukan tinggkat erosivitas hujan dalam penelitian ini adalah (Bols, 1978 dalam Arsyad, 1989):
Keterangan :
R         :  indeks erosivitas rata-rata bulanan
RAIN  :  curah hujan rata-rata bulanan (cm)
DAYS :  jumlah hari hujan rata-rata perbulan
MAXP            :  curah hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan bersangkutan

·      Erodibilitas
Erodibilitas (K) tanah adalah mudah tidaknya tanah mengalami erosi, yang di tentukan oleh berbagai sifat _sik dan kimia tanah. Menurut Wischmeier (1971) dalam Arsyad (1989) persamaan umum kehilangan tanah adalah sebagai berikut :

Keterangan :
K  : erodibilitas
M : ukuran partikel (% debu + % pasir halus)
a   : kandungan bahan organik
b   : kelas struktur tanah
c   : kelas permeabilitas
Tabel 2. kode struktur tanah
Kelas Struktur Tanah
Ukuran Diameter (mm)
Kode
Granular sangat halus
<1
1
Granular halus
1-2
2
Granular sedang sampai kasar
2-10
3
Berbentuk blok, blocky, plat, massif
>10
4
Sumber: Suripin (2004)
Tabel 3. Permeabilitas tanah
Kelas Permeabilitas Tanah
Kecepatan (cm/jam)
Kode
Cepat
>25,4
1
Sedang-Cepat
12,7 - 25,4
2
Sedang
6,3 – 12,7
3
Lambat-Sedang
2,0 – 6,3
4
Lambat
0,5 – 2,0
5
Sangat Lambat
<0,5
6
Sumber: Suripin (2004)
·      Faktor panjang lereng dan kemiringan lereng
Dalam USLE faktor panjang dan kemiringan lereng digabung menjadi satu. Kemiringan mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan, makin curam suatu lereng persentase kemiringan semakin tinggi sehingga makin cepat laju limpasan permukaan. Untuk mengetahui nilai LS digunakan rumus :

Keterangan :
L = Panjang lereng (m) yang diukur dari tempat mulai terjadinya aliran air di atas permukaan tanah sampai tempat mulai terjadinya pengendapan disebabkan oleh berkurangnya kecuraman lereng atau ke tempat aliran air di permukaan tanah masuk ke badan air/saluran.
S = Kemiringan lereng (derajad).
z =  Konstanta yang besarnya bervariasi tergantung besarnya S (z = 0,5 jika S >5 %; z = 0,4 jika 5 % > S > 3 %; z = 0,3 untuk 3 % > S > 1 %; dan z = 0,2 untuk S < 1 %).

·      Indeks pengelolaan tanaman
Faktor C menunjukkan keseluruhan pengaruh dari vegetasi, seresah, keadaan permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Oleh karenanya, besarnya angka C tidak selalu sama dalam kurun waktu satu tahun (Asdak, 1995). Mendukung hal tersebut Suripin (2002) juga menyatakan bahwa faktor C menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dari lahan yang bertanaman tertentu dan dengan manajemen (pengelolaan) tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan diolah bersih. Faktor ini mengukur kombinasi pengaruh tanaman dan juga pengelolaanya (Suripin, 2002).















Untuk menentukan nilai faktor C pada berbagai tanaman dan pengelolaan tanaman digunakan tabel Nilai faktor C sebagai berikut:
Tabel 4. Nilai pengelolaan tanaman
·      Indeks tindakan konservasi
Pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi dianggap berbeda dari pengaruh yang ditimbulkan oleh aktivitas pengelolaan tanaman (C), oleh karenanya dalam rumus USLE faktor P tersebut dipisahkan dari faktor C (Asdak, 1995). Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah (P) adalah nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konsevasi tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi. Termasuk dalam tindakan konservasi tanah adalah penanaman dalam strip, pengelolaan tanah menurut kontur, guludan dan teras (Suripin, 2002). Untuk mengetahui faktor pengelolaan dan konservasi tanah (P) digunakan pedoman prakiraan nilai Puntuk berbagai tindakan konservasi sebagai berikut :
Tabel 5. nilai tindakan konservasi






IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.       Kondisi Umum Lokasi Pengamatan
Kawasan candi Muara Takus merupakan salah satu kawasan pariwisata di Kabupaten Kampar. Secara  administratif  terletak di desa koto tuo, Kecamatan XII Koto Kampar Kabupaten Kampar, dengan letak geografisnya 0 17'50"LU/100 46'19" BT. Situ ini termasuk dalam lingkup administratif DAS  Sungai Kampar. Kawasan pariwisata Candi Muara Takus ini  memiliki luas ha dan  terletak 120 meter dari permukaan laut.
Berdasarkan data rata-rata curah hujan bulanan, daerah tersebut memiliki pola rata-rata curah hujan 134,2 mm/tahun. Secara umum jenis tanah pada daerah ini didominasi oleh tanah podsolik merah kuing, dan kondisi topograpi daerah ini cukup beragam yaitu dari kondisi datar sampai terjal.

4.2.       Nilai Erosivitas Hujan
Rain = 134,2      Days = 11,67   MaxP = 68
R            = 6,119 (Rain)1,21 (Days)-0,47 (MaxP)0,53
      = 6,119 (134,2)1,21 (11,67)-0,47 (68)0,53
      = 6,119 (375,47) (0,32) (9,36)
      = 6881,48

4.3.       Nilai Erodibilitas
Tabel 6. Nilai Erodibilitas
Sampel
Tekstur
% Pasir
% Pasir Halus
% debu
% Liat
% bahan organik
Struktur
Permeabilitas
Hutan
Lempung Berdebu
9,05
0,95
70
20
0,009
Granular Halus
Sedang
Rumput
Lempung Berliat
18,17
1,83
40
40
0,005
Granular Halus
Lambat
4.4.       Nilai Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
Adapun kemiringan yang didapat dari lapangan yaitu sekitar 1% yang mana daerah ini masih termasuk dalam keadaan datar sehingga nilai LS yang diperoleh yaitu 0,256.

4.5.       Nilai Pengelolaan Tanaman
Adapun vegetasi yang ada di lahan rumput yaitu terdiri dari padang rumput, tumbuhan sikeduduk, dan pohon jambu. Sedangkan vegetasi yang ada di lahan hutan yaitu durian, jengkol, jambu batu, sikeduduk, pohon salam, sirih hutan, dan rotan.

4.6.       Nilai Tindakan Konservasi
Adapun di hutan sekunder tidak ada tindakan konservasi sehingga P (tindakan konservasinya bernilai 0,1, sedangkan di lahan rumput tindakan konservasi yaitu penanaman rumput yang baik sehingga P nya bernilai 0,04.

4.7.       Nilai Tingkat Bahaya Erosi
Berdasarkan perhitungan tingkat bahaya erosi berdasarkan rumus USLE di peroleh bahwa pada lokasi bervegetasi hutan (A= 0,00057 ton/ha/tahun) dan rumput (A=0,00728 ton/ha/tahun ) di kawasan kompleks candi muara takur Riau memiliki tingkt bahaya erosi sangat rendah (TBE < 1,01).

4.8.        Pengaruh Kondisi Lahan dengan Tingkat Erosi
Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan ooleh manusia.
Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan. pada hutan yang tak terjamah, mineral tanah dilindungi oleh lapisan humus dan lapisan organik. kedua lapisan ini melindungi tanah dengan meredam dampak tetesan hujan. lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah menyerap air hujan. Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat (kadang disertai angin ribut) saja yang akan mengakibatkan limpasan di permukaan tanah dalam hutan. Bila Pepohonan dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan, derajat peresapan air menjadi tinggi dan erosi menjadi rendah. kebakaran yang parah dapat menyebabkan peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti denga hujan lebat. dalam hal kegiatan konstruksi atau pembangunan jalan, ketika lapisan sampah / humus dihilangkan atau dipadatkan, derajad kerentanan tanah terhadap erosi meningkat tinggi.



 
V. PENUTUP
5.1.       Kesimpulan
Prediksi erosi dengan menggunakan rumus USLE menunjukkan bahawa tingkat bahaya erosi pada lokasi vegetasi hutan (A = 0,00057 ton/ha/tahun) dan vegetasi rumput (A = 0,00728 ton/ha/tahun) memiliki tingkat bahaya erosi yang sangat rendah (TBE < 1,01) . Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa tingkat bahaya erosi dengan vegetasi rumput > dari yang bervegetasi hutan. Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai, faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh manusia. Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan. Semakin sedikit penutup tanah maka tingkat erosi semakin besar.

5.2.       Saran
Perlu dilakukan penelitian-penelitian dengan metode yang sama pada daerah yang berbeda untuk melihat matrik tingkat kesamaannya sehingga bisa dilihat apakah metode ini cocok atau tidak diterapkan di Indonesia.











DAFTAR PUSTAKA

Anonim._________. Kelas Kesesuaian Lahan. Dalam Situs http://tanahjuang.wordpress.com/tag/kelas-kesesuaian-lahan/. Akses Tanggal 3 Januari 2013
Anonim._________._________. Dalam Situs http://id.wikipedia.org/wiki/Erosi. Akses Tanggal 3
Arsyad,1989 Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Jurusan Ilmu Tanah IPB.
Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolan Daerah Aliran Sungai.  Yogyakarta: UGM Press.
Kartosapoetra. 1985. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: Bumi Aksara
Suhendar, Soleh.“Pedosfer” Modul : Geo.X.07. Mata Pelajaran  Geografi     Kelas: X
Mario. 2009. Jenis-Jenis Erosi. Dalam Situs http://mariokoto.wordpress.com/2009/06/22/jenis-jenis-erosi/. Akses Tanggal 3 Januari 2013
Anonim._________.Hutan. Dalam Situs http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan. Akses Tanggal 4 Januari 2013
Sanders, David. 2002. SOIL CONSERVATION, in Land Use ,Land Cover and Soil Sciences, [Ed. Willy H. Verheye], in Encyclopedia of Life Support Systems (EOLSS), Developed under the Auspices of the UNESCO, Eolss Publishers, Oxford ,UK, [http://www.eolss.net]
Arsyad, Sitanala dan Ernan Rustiadi. 2008. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan. Bogor: Yayasan Obor Indonesia.
Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik:Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Yogyakarta: Kanisius.
Hamengku Buwono X. 2007. Merajut Kembali Keindonesiaan Kita. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Arief, Arifin. 2001. Hutan & Kehutanan. Yogyakarta: Kanisius.
Antum. 2009. Konservasi Tanah dan Air. Dalam Situs http://4antum.wordpress.com/2009/12/16/konservasi-tanah-dan-air/ Akses Tanggal 4 Januari 2013




2 komentar:

Unknown mengatakan...

thanks, sangat mebantu

Zainal Arifin mengatakan...

You are welcome.. :)

Posting Komentar

Kritik dan saran sangat diharapkan

 
Zona Inspiratif © 2018