Pages

 

Kamis, 13 Desember 2012

Laporan Praktek Kerja Profesi (PKP) Prodi Agroteknologi FAPERTA UR

0 komentar

I.     PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Sawi (Brassica juncea L) merupakan jenis sayur yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Konsumennya mulai dari golongan masyarakat kelas bawah hingga golongan masyarakat kelas atas. Kelebihan lainnya sawi mampu tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Sawi mempunyai nilai ekonomi tinggi setelah kubis krop, kubis bunga, dan brokoli. Sawi diduga berasal dari Tiongkok (Cina), tanaman ini telah dibudidayakan sejak 2500 tahun lalu, kemudian menyebar luas ke Filipina dan Taiwan (Rukmana, 2002).
Ditinjau dari aspek klimatologis Indonesia sangat tepat untuk dikembangkan untuk bisnis sayuran. Laju pertumbuhan produksi sayuran di Indonesia berkisar antara 7,7-24,2% /tahun. Beberapa jenis sayuran, seperti bawang merah, petsai/sawi, dan mentimun peningkatan produksinya merupakan dampak dari penerapan teknologi budidaya (Suwandi, 2009).
Sawi bila ditinjau dari aspek ekonomis dan bisnisnya layak untuk dikembangkan atau diusahakan untuk memenuhi permintaan konsumen serta adanya peluang pasar. Kelayakan pengembangan budidaya sawi antara lain ditunjukkan oleh adanya keunggulan komparatif kondisi wilayah tropis Indonesia yang sangat cocok untuk komoditas tersebut, disamping itu, umur panen sawi relatif pendek yakni 40-50 hari setelah tanam dan hasilnya memberikan keuntungan yang memadai (Rahman dkk, 2008).
Profinsi Riau merupakan wilayah yang cocok untuk mengembangkan sayur-sayuran. Hal ini karena di dukung oleh sumberdaya alam yang memadai, antara lain lahan yang banyak mengandung bahan organik dengan zona iklim A1, B1, C1, C2, D1, D2, D3, dan E1 (menurut Odelman), curah hujan 2.000-3.000 mm/tahun dan hari hujan lebuh dari 50 hari/tahun yang jatuh mulai bulan November hingga april, serta suhu rata-rata siang hari 300C dan malam hari 230C. lahan yang potensial untuk pengembangan sayuran seluas 35.000 Ha, sedangkan yang telah ditanami baru 14.993 Ha.
Saat ini Riau masih kekurangan produksi sayur sekitar 269.505 ton (87,6%) dari total kebutuhan. Selama ini kekurangan sayuran tersebut untuk Riau daratan 75%  di pasok dari Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Jambi, Palembang, dan lampung, sedangkan untuk kepulauan Riau 100% dipasok oleh propinsi sekitar maupun Jawa.
Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (2009) produksi sawi selama periode tahun 2005 sampai tahun 2008 mengalami penurunan minus 1,44% per tahun, hal ini terjadi karena berkurangnya luas lahan. Pada tahun 2008 produksi sawi sebesar 77.147 ton, naik sebesar 2.036 ton, bila dibandingkan produksi sawi pada tahun 2007 sebesar 75.111 ton.
Budidaya tanaman sayuran merupakan salah satu sistem pertanian yang diusahakan secara intensif untuk meningkatkan produksi dan kualitas produk. Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan memperbaiki manajemen produksi yaitu dengan penambahan input produksi, pemupukan, pengolahan tanah, pengairan, dan pengapuran. Sebagian besar pengelolaan lahan yang diterapkan petani saat ini sangat intensif seperti penambahan pupuk sintetis, pengolahan tanah intensif, dan pemanfaatan lahan untuk sayuran secara terus menerus. Pengelolaan ini dapat berdampak buruk terhadap kesuburan lahan, disisi lain petani kurang memperhatikan perbaikan lahan budidaya sayuran baik dengan penambahan bahan amelioran maupun bahan organik.
Teknologi produksi tanaman berkembang sangat pesat sehingga hasil produksi meningkat tajam, akan tetapi tidak semua manajemen produksi yang telah diterapkan akan berkorelasi positif dengan daya dukung lingkungan. Pada tanaman sayuran, pengolahan lahan pertanian yang intensif menyebabkan penurunan produktivitas lahan, pencucian hara, erosi yang tinggi, dan berkurangnya bahan organik tanah (Russel et al. 2006; Nissen & Wander 2003).
Beberapa permasalahan tersebut apabila berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama, diprediksikan kondisi lahan sayuran tersebut akan mengalami degradasi lahan atau tidak berkelanjutan (Addiscot 2000).
PT. Smart Multi Usaha merupakan salah satu produsen sayur-sayuran milik perseorangan yang bekerjasama dengan Fakultas Pertanian Universitas Riau dalam menjalankan fungsi manajerialnya yaitu memenuhi kebutuhan sayur-sayuran di Provinsi Riau khususnya kota Pekanbaru. Instansi ini memiliki tugas dan fungsi untuk memproduksi aneka sayuran dataran rendah seperti sawi, kangkung, bayam, dan tanaman sayuran lainnya, untuk itu instansi ini diharapkan dapat menjamin ketersediaan sayur-sayuran yang bermutu.
Kegiatan Praktek Kerja Profesi (PKP) diharapkan akan membekali mahasiswa dengan berbagai pengalaman sehingga nantinya mahasiswa tidak mengalami goncangan dengan adanya perbedaan antara teori yang diperoleh bangku kuliah dengan kenyataan di lapangan. Di samping itu mahasiswa juga mempunyai ketrampilan khusus dalam suatu jenis komoditi dan mengetahui banyak permasalahannya dan kendalanya.
1.2.       Tujuan Praktek Kerja Profesi (PKP)
Kegiatan Praktek Kerja Profesi merupakan kegiatan mata kuliah yang wajib ditempuh oleh mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Riau Pekanbaru, sebagai salah satu syarat dalam rangka untuk meraih gelar Strata 1 (S1).
Kegiatan Praktek Kerja Profesi (PKP)  mempunyai tujuan umum:
1.        Meningkatkan kemampuan profesional mahasiswa sesuai kompetensinya  dalam memahami dan menghayati proses kerja secara nyata.
2.        Meningkatkan  kemampuan  teknis  lapangan  dengan  melaksanakan  ke­gi­at­an sesuai dengan tahapan yang ada di lokasi PKP.
3.        Meningkatkan  kemampuan  manajerial  dan  analisis  kegiatan  di lapang­an yang setara dengan tingkat mandor/mandor besar, asisten/kepala afdeling atau organisasi yang ada di lokasi PKP.
4.        Melatih mahasiswa bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan la­pang­an, sesuai dengan tingkat tanggung jawab yang diterimanya.
5.        Melatih mahasiswa menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan an­cam­an  pada setiap kegiatan di lapangan, sehingga termotivasi untuk memiliki jiwa wirausaha (entrepreneur ship).







II.  TINJAUAN PUSTAKA

2.1.    Tanaman Sawi (Brassica juncea L.)
Tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu famili dengan kubis-krop, kubis bunga, brokoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama pada sistem perakaran, struktur batang, bunga, buah (polong) maupun bijinya.
Sawi termasuk ke dalam kelompok tanaman sayuran daun yang mengandung zat-zat gizi lengkap yang memenuhi syarat untuk kebutuhan gizi masyarakat. Sawi hijau bisa dikonsumsi dalam bentuk mentah sebagai lalapan maupun dalam bentuk olahan di berbagai macam masakan. Selain itu berguna untuk pengobatan (terapi) berbagai macam penyakit (Cahyono, 2003).
2.1.1.      Klasifikasi dan Jenis Sawi
Klasifikasi tanaman sawi dalam (Rukmana, 2002) sebagai berikut : Divisi; Spermatophyta,  Kelas; Angiospermae, Sub-kelas; Dicotyledonae, Ordo; Papavorales, Famili; Brassicaceae, Genus; Brassica, dan Spesies; Brassica juncea L.
Secara umum tanaman sawi biasanya mempunyai daun panjang, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Petani kita hanya mengenal 3 macam sawi yang biasa dibudidayakan yaitu : sawi putih (sawi jabung), sawi hijau, dan sawi huma. Sekarang ini masyarakat lebih mengenal caisim alias sawi bakso. Selain itu juga ada pula jenis sawi keriting dan sawi monumen.
Caisim alias sawi bakso ada juga yang menyebutnya sawi Cina, merupakan jenis sawi yang paling banyak dijajakan di pasar-pasar dewasa ini. Tangkai daunnya panjang, langsing, berwarna putih kehijauan. Daunnya lebar memanjang, tipis dan berwarna hijau. Rasanya yang renyah, segar, dengan sedikit sekali rasa pahit. Selain enak ditumis atau dioseng, juga untuk pedagang mie bakso, mie ayam, atau restoran cina.
2.1.2.      Morfologi Tanaman Sawi (Brassica juncea L)
Sistem perakaran tanaman sawi memiliki akar tunggang (radix primaria) dan cabang-cabang akar yang bentuknya bulat panjang (silindris) menyebar kesemua arah dengan kedalaman antara 30-50 cm. Akar-akar ini berfungsi antara lain mengisap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman (Heru dan Yovita, 2003).
Batang tanaman sawi pendek sekali dan beruas-ruas sehingga hampir tidak kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun (Rukmana, 2002).
Sawi berdaun lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak berkrop. Pada umumnya pola pertumbuhan daunnya berserak (roset) hingga sukar membentuk krop (Sunarjono, 2004).
Tanaman sawi umumnya mudah berbunga dan berbiji secara alami baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Stuktur bunga sawi tersusun dalam tangkai bunga (inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang banyak. Tiap kuntum bunga sawi terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun mahkota bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari dan satu buah putik yang berongga dua (Rukmana, 2002).
2.1.3.      Syarat Tumbuh
1.    Iklim
Curah hujan yang cukup sepanjang tahun dapat mendukung kelangsungan hidup tanaman karena ketersedian air tanah yang mencukupi. Tanaman sawi hijau tergolong tanaman yang tahan terhadap curah hujan, sehingga penanaman pada musim hujan masih bisa memberikan hasil yang cukup baik. Curah hujan yang sesuai untuk pembudidayaan tanaman sawi hijau adalah 1000-1500 mm/tahun. Akan tetapi tanaman sawi yang tidak tahan terhadap air yang menggenang. . (Cahyono, 2003)
Tanaman sawi pada umumnya banyak ditanam di dataran rendah. Tanaman ini selain tahan terhadap suhu panas (tinggi) juga mudah berbunga dan menghasilkan biji secara alami pada kondisi iklim tropis Indonesia (Haryanto dkk, 2002).
Kelembapan udara yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman sawi hijau yang optimal berkisar antara 80%-90%. Kelembapan udara yang tinggi lebih dari 90 % berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman. Kelembapan yang tinggi tidak sesuai dengan yang dikehendaki tanaman, menyebabkan mulut daun (stomata) tertutup sehingga penyerapan gas karbondioksida (CO2) terganggu. Dengan demikian kadar gas CO2 tidak dapat masuk kedalam daun, sehingga kadar gas CO2 yang diperlukan tanaman untuk fotosintesis tidak memadai. Akhirnya proses fotosintsis tidak berjalan dengan baik sehingga semua proses pertumbuhan pada tanaman menurun. (Cahyono, 2003).
Ada kekhawatiran tentang hujan asam, tetapi hampir semua hujan adalah ber pH rendah (asam). Air Hujan murni yang tidak mengandung bahan pencemar pada dasarnya adalah air distilasi. Air hujan ini yang dalam kesetimbangan dengan atmosfer akan memiliki pH sekitar 5,6 karena pelarutan karbon dioksida di dalam air. Ketika air hujan murni berada dalam kesetimbangan dengan karbon dioksida, maka konsentrasi ion hidrogen yang dihasilkan menyebabkan pH 5,6 (Madjid,2009).
Tanah masam adalah tanah dengan pH rendah karena kandungan H+ yang tinggi. Pada tanah masam lahan kering banyak ditemukan ion Al3+ yang bersifat masam karena dengan air ion tersebut dapat menghasilkan H+. Dalarn keadaan tertentu, yaitu apabila tercapai kcjenuhan ion Al3+ tertentu, terdapat juga ion Al-hidroksida, dengan demikian dapat menimbulkan variasi kemasaman tanah (Yulianti, 2007). Selain dikenal sebagai tanaman sayuran daerah iklim sedang (sub-tropis) tetapi saat ini berkembang pesat di daerah panas (tropis). Kondisi iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah daerah yang mempunyai suhu malam hari 15,6°C dan siang hari 21,1°C serta penyinaran matahari antara 10-13 jam per hari (Sastrahidajat dan Soemarno, 1996).
Suhu udara yang tinggi lebih dari 210 C dapat menyebabkan tanaman sawi hijau tidak dapat tumbuh dengan baik (tumbuh tidak sempurna). Karena suhu udara yang tinggi lebih dari batasan maksimal yang di kehendaki tanaman, dapat menyebabkan proses fotosintasis tanaman tidak berjalan sempurna atau bahkan terhenti sehingga produksi pati (karbohidrat) juga terhenti, sedangkan proses pernapasan (respirasi) meningkat lebih besar. Akibatnya produksi pati hasil fotosintsis lebih banyak digunakan untuk energi pernapasan dari pada untuk pertumbuhan tanaman sehingga tanaman tidak mampu untuk tumbuh dengan sempurna. Dengan demikian pada suhu udara yang tinggi tanaman sawi hijau pertumbuhannya tidak subur, tanaman kurus, dan produksinya rendah, serta kualitas daun juga rendah (Cahyono, 2003).
2.    Tanah
Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik (humus), tidak menggenang (becek), tata aerasi dalam tanah berjalan dengan baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6 sampai pH 7 (Haryanto dkk, 2006)
Kemasaman tanah sangat berpengaruh terhadap ketersediaan hara didalam tanah, aktifitas kehidupan jasad renik tanah dan reaksi pupuk yang diberikan ke dalam tanah. Penambahan pupuk ke dalam tanah secara langsung akan mempengaruhi sifat kemasamannya, karena dapat menimbulkan reaksi masam, netral ataupun basa, yang secara langsung ataupun tidak dapat mempengaruhi ketersediaan hara makro atau hara mikro. Ketersediaan unsur hara mikro lebih tinggi pada pH rendah. Semakin tinggi pH tanah ketersediaan hara mikro semakin kecil (Hasibuan, 2010).
Pada pH tanah yang rendah akan menyebabkan terjadinya gangguan pada penyerapan hara oleh tanaman sehingga secara menyeluruh tanaman akan terganggu pertumbuhannya. Di samping itu, kondisi tanah yang masam (kurang dari 5,5), menyebabkan beberapa unsur hara , seperti magnesium, boron (B), dan molibdenum (Mo), menjadi tidak tersedia dan beberapa unsur hara, seperti besi (Fe), alumunium (Al), dan mangan (Mn) dapat menjadi racun bagi tanaman. Sehingga dengan demikian bila sawi ditanam dengan kondisi yang terlalu masam, tanaman akan menderita penyakit klorosis dengan menunjukkan gejala daun berbintik-bintik kuning dan urat-urat daun berwarna perunggu dan daun berukuran kecil dan bagian tepi daun berkerut (Cahyono, 2003).
Sawi dapat ditanam pada berbagai jenis tanah, namun untuk pertumbuhan yang paling baik adalah jenis tanah lempung berpasir seperti tanah andosol. Pada tanah-tanah yang mengandung liat perlu pengolahan lahan secara sempurna antara lain pengolahan tanah yang cukup (Suhardi, 1990).
Sifat biologis yang baik adalah tanah banyak mengandung bahan organik (humus) dan bermacam-macam unsur hara yang berguna untuk pertumbuhan tanaman, serta tanah yang banyak terdapat jasad renik tanah atau organisme tanah pengurai bahan organik.(Cahyono, 2003).

2.2.       Pupuk
Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal adalah kotoran hewan, sisa pelapukan tanaman dan arang kayu.
Dalam pemilihan pupuk perlu diketahui terlebih dahulu jumlah dan jenis unsur hara yang dikandungnya, serta manfaat dari berbagai unsur hara pembentuk pupuk tersebut. Setiap kemasan pupuk yang diberi label yang menunjukkan jenis dan unsur hara yang dikandungnya. Kadangkala petunjuk pemakaiannya juga dicantumkan pada kemasan.karena itu, sangat penting untuk membaca label kandungan pupuk sebelum memutuskan untuk membelinya. Selain menentukan jenis pupuk yang tepat, perlu diketahui juga cara aplikasinya yang benar, sehingga takaran pupuk yang diberikan dapat lebih efisien. Kesalahan dalam aplikasi pupuk akan berakibat pada terganggunya pertumbuhan tanaman. Bahkan unsur hara yang dikandung oleh pupuk tidak dapat dimanfaatkan tanaman (Novizan, 2005).
Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai. Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari sisa-sisa tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah. Sesuai dengan namanya, kandungan bahan organik pupuk ini termasuk tinggi.
Pupuk anorganik atau pupuk buatan adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki prosentase kandungan hara yang tinggi. Menurut jenis unsur hara yang dikandungnya, pupuk anorganik dapat dibagi menjadi dua yakni pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pada pupuk tunggal, jenis unsur hara yang dikandungnya hanya satu macam. Biasanya berupa unsur hara makro primer, misalnya urea hanya mengandung unsur nitrogen.
Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu jenis unsur hara. Penggunaan pupuk ini lebih praktis karena hanya dengan satu kali penebaran, beberapa jenis unsur hara dapat diberikan. Namun, dari sisi harga pupuk ini lebih mahal. Contoh pupuk majemuk antara lain diamonium phospat yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor.
2.2.1.      Pupuk Organik (Pupuk Kandang)
Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961). Menurut Stevenson (1994), bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus.
Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah merupakan masalah penting bagi negara berkembang karena intensitasnya yang cenderung meningkat sehingga tercipta tanah-tanah rusak yang jumlah maupun intensitasnya meningkat.
Kerusakan tanah secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga kelompok utama, yaitu kerusakan sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Kerusakan kimia tanah dapat terjadi karena proses pemasaman tanah, akumulasi garamgaram (salinisasi), tercemar logam berat, dan tercemar senyawa-senyawa organik dan xenobiotik seperti pestisida atau tumpahan minyak bumi (Djajakirana, 2001).
Terjadinya pemasaman tanah dapat diakibatkan penggunaan pupuk nitrogen buatan secara terus menerus dalam jumlah besar (Brady, 1990). Kerusakan tanah secara fisik dapat diakibatkan karena kerusakan struktur tanah yang dapat menimbulkan pemadatan tanah. Kerusakan struktur tanah ini dapat terjadi akibat pengolahan tanah yang salah atau penggunaan pupuk kimia secara terus menerus. Kerusakan biologi ditandai oleh penyusutan populasi maupun berkurangnya biodiversitas organisme tanah, dan terjadi biasanya bukan kerusakan sendiri, melainkan akibat dari kerusakan lain (fisik dan atau kimia). Sebagai contoh penggunaan pupuk nitrogen (dalam bentuk ammonium sulfat dan sulfur coated urea) yang terus menerus selama 20 tahun dapat menyebabkan pemasaman tanah sehingga populasi cacing tanah akan turun dengan drastis (Ma et al., 1990).
Kehilangan unsur hara dari daerah perakaran juga merupakan fenomena umum pada sistem pertanian dengan masukan rendah. Pemiskinan hara terjadi utamanya pada praktek pertanian di lahan yang miskin atau agak kurang subur tanpa dibarengi dengan pemberian masukan pupuk buatan maupun pupuk organik yang memadai. Termasuk dalam kelompok ini adalah kehilangan bahan organik yang lebih cepat dari penambahannya pada lapisan atas. Dengan demikian terjadi ketidakseimbangan masukan bahan organik dengan kehilangan yang terjadi melalui dekomposisi yang berdampak pada penurunan kadar bahan organik dalam tanah. Tanah-tanah yang sudah mengalami kerusakan akan sulit mendukung pertumbuhan tanaman. Sifat-sifat tanah yang sudah rusak memerlukan perbaikan agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi kembali secara optimal.
Penyediaan hara bagi tanaman dapat dilakukan dengan penambahan pupuk baik organik maupun anorganik. Pupuk anorganik dapat menyediakan hara dengan cepat. Namun apabila hal ini dilakukan terus menerus akan menimbulkan kerusakan tanah. Hal ini tentu saja tidak menguntungkan bagi pertanian yang berkelanjutan. Meningkatnya kemasaman tanah akan mengakibatkan ketersediaan hara dalam tanah yang semakin berkurang dan dapat mengurangi umur produktif tanaman.
Menurut Lal (1995), pengelolaan tanah yang berkelanjutan berarti suatu upaya pemanfaatan tanah melalui pengendalian masukan dalam suatu proses untuk memperoleh produktivitas tinggi secara berkelanjutan, meningkatkan kualitas tanah, serta memperbaiki karakteristik lingkungan. Dengan demikian diharapkan kerusakan tanah dapat ditekan seminimal mungkin sampai batas yang dapat ditoleransi, sehingga sumberdaya tersebut dapat dipergunakan secara lestari dan dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang.
Pupuk kandang (pukan) didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk kandang/kotoran hewan yang berasal dari usaha tani pertanian antara lain adalah kotoran ayam, sapi, kerbau, dan kambing. Komposisi hara pada masing-masing kotoran berbeda tergantung pada jumlah dan jenis makanannya. Secara umum kandungan hara dalam kotoran hewan lebih rendah daripada pupuk kimia. Oleh karena itu biaya aplikasi pupuk kandang (pukan) ini lebih besar daripada pupuk anorganik. Hara dalam pukan ini tidak mudah tersedia bagi tanaman. Ketersediaan hara sangat dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi dari bahan-bahan tersebut.
2.2.2.      Pupuk Sumber Nitrogen (Urea)
Hampir seluruh tanaman dapat menyerap nitrogen dalam bentuk nitrat atau amonium yang disediakan oleh pupuk. Nitrogen dalam bentuk nitrat lebih cepat tersedia bagi tanaman. Amonium juga akan diubah menjadi nitrat oleh mikroorganisme tanah, kecuali pada tembakau dan padi. Tembakau tidak dapat mentoleransi jumlah amonium yang tinggi. Untuk menyediakan nitrogen pada tembakau, gunakan pupuk berbentuk nitrat (NO3­­­­­-) dengan kandungan nitrogen minimal 50%. Pada padi sawah, lebih baik gunakan pupuk berbentuk amonium (NH4+) karena pada tanah yang tergenang, nitrogen mudah berubah menjadi gas N2. umumnya pupuk dengan kadar N yang tinggi dapat membakar daun tanaman sehingga pemakaiannya perlu lebih hati-hati.
Urea merupakan pupuk buatan hasil persenyawaan NH4 (ammonia) dengan CO2. Bahan dasarnya biasanya berupa gas alam dan merupakan ikatan hasil tambang minyak bumi. Kandungan N total berkisar antara 45-46 %. Dalam proses pembuatan Urea sering terbentuk senyawa biuret yang merupakan racun bagi tanaman kalau terdapat dalam jumlah yang banyak. Agar tidak mengganggu kadar biuret dalam Urea harus kurang 1,5-2,0 %. Kandungan N yang tinggi pada Urea sangat dibutuhkan pada pertumbuhan awal tanaman. (Ruskandi, 1996).
2.2.3.      Pupuk Majemuk NPK
Pemakaian pupuk majemuk saat ini sudah sangat luas. Berbagai merk, kualitas dan analisis telah tersedia di pasaran. Kendati harganya relatif lebih mahal, pupuk majemuk tetap dipilih karena kandungan haranya lebih lengkap. Pupuk majemuk berkualitas prima memiliki besaran butiran yang seragam dan tidak terlalu higroskopis, sehingga tahan disimpan dan tidak cepat menggumpal. Hampir semua pupuk majemuk bereaksi asam, kecuali yang telah mendapatkan perlakuan khusus, seperti penambahan Ca dan Mg.
Variasi analisis pupuk mejemuk sangat banyak. Meskipun demikian, perbedaan variasinya bisa jadi sangat kecil, misalnya antara NPK 15.15.15  dan NPK 16.16.16. Variasi analisis pupuk, seperti 15.15.15, 16.16.16, dan 20.20.20 menunjukkan ketersediaaan unsur hara yang seimbang. Fungsi pupuk majemuk dengan variasi analisis seperti ini antara lain untuk mempercepat perkembangan bibit, sebagai pupuk pada awal peneneman, dan sebagai pupuk susulan saat tanaman memasuki fase generatif, seperti saat mulai berbunga.
Dalam memilih pupuk majemuk perlu dipertimbangkan beberapa faktor, antara lain kandungan unsur hara yang tinggi, kandungan unsur hara mikro dan harga perkilogramnya.contoh cara mempertimbangkan pemilihan pupuk majemuk, variasi analisis pupuk NPK 20.20.20 memiliki kandungan hara yang lebih tinggi daripada NPK 15.15.15, tetapi sifatnya sangat higroskopis sehingga mudah sekali menggumpal. Karena itu, variasi analisis pupuk ini sebaiknya tidak dipilih karena bagian yang menggumpal tidak dapat digunakan.Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur hara utama lebih dari dua jenis. Dengan kandungan unsur hara Nitrogen 15 % dalam bentuk NH3, fosfor 15 % dalam bentuk P2O5, dan kalium 15 % dalam bentuk K2O. Sifat Nitrogen (pembawa nitrogen ) terutama dalam bentuk amoniak akan menambah keasaman tanah yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman.(Hardjowigeno, 1992).
2.3.       Shading Net
Shading house adalah bangunan berpeneduh, memiliki atap berupa jala/net yang dapat dilewati cahaya dengan intensitas tertentu.  Sedangkan Shading net sendiri adalah net/jaring yang berfungsi untuk menaungi tanaman tertentu atau tanaman muda/bibit dari teriknya sinar cahaya matahari dan curah hujan. Intensitas cahaya yang dilewatkan bervariasi tergantung kebutuhan tanaman, bisa 30%, 50%, 60%, 70%, 80%.
Fungsi Shading net yaitu untuk mengurangi intensitas sinar matahari yang masuk ke dalam bedeng, untuk melindungi bibit tanaman/tanaman terhadap sinar matahari secara penuh yang dapat membakar atau menurunkan vigoritas bibit tanaman/tanaman, dan digunakan pada aklimatisasi tanaman.









III.   METODE PRAKTEK KERJA PROFESI (PKP)

3.1.       Tempat Dan Waktu
Kegiatan Praktek Kerja Profesi (PKP) ini dilaksanakan di kebun produksi PT. Smart Multi Usaha yang terletak di belakang UPT kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau, jalan HR. Subrantas Km. 12,5, kelurahan simpang baru, kecamatan Tampan, Panam Pekanbaru. Waktu pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi dilaksanakan selama tiga bulan, dimulai pada tanggal 17 Maret sampai dengan tanggal 20 Mei 2012.
3.2.       Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan Praktek Kerja Profesi (PKP) meliputi tiga tahapan yaitu sebagai berikut:
1.        Peserta Praktek Kerja Profesi (PKP) melakukan pengamatan dan mengumpulkan data-data atau peninjauan langsung kelapangan sebelum mereka melakukan PKP di lokasi tersebut, guna memudahkan dalam penyusunan rencana kedepan.
2.        Peserta Praktek Kerja Profesi (PKP)  secara langsung turun kelapangan dan mengikuti kegiatan di kebun produksi PT. Smart Multi Usaha bersama petani sekaligus melakukan pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan kegiatan yang di laksanakan di lapangan.
3.        Peserta Praktek Kerja Profesi melakukan studi literatur untuk memandingkan antara data yang diperoleh dengan literatur yang ada dan membahasnya dalam sebuah laporan tertulis

3.3.       Pengamatan dan Pengumpulan Data
Pengamatan dan pengumpulan data dilaksanakan dengan cara peninjauan langsung ke lokasi Praktek Kerja Profesi (PKP) sebelum pelaksanaan PKP berlangsung, dengan tujuan untuk mengetahui kondisi nyata dari lokasi PKP sehingga memudahkan dalam penyusunan rencana atau program yang akan dilaksanakan ketika pelaksanaan Praktek Kerja Profesi (PKP) berlangsung.
Adapun hasil pengamatan dan pengumpulan data kondisi lokasi PKP yaitu sebagai berikut:
1.        Tempat lokasi PKP yaitu kebun produksi PT. Smart Multi Usaha yang terletak di belakang UPT kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau, jalan HR. Subrantas Km. 12,5, kelurahan simpang baru, kecamatan Tampan, Panam Pekanbaru.
2.        Kebun produksi PT. Smart Multi Usaha seluas ± 4 Ha, dimana setiap hektar dibangun 4 shading net, yang masing-masing shading net seluas 250 m2 atau setara dengan ¼ Ha.
3.        Setiap hektar kebun produksi dikelola oleh 1 Orang petani yang bertanggung jawab melakukan kegiatan budidaya sayur pada lahan tersebut.
4.        Komoditas yang di budidayakan oleh Petani yaitu umumnya tanaman sayur daun seperti sawi, kangkung, bayam, selada, raja-raja, dan beberapa tanaman pangan seperti jagung dan sorgum di luar shading net.
5.        Kondisi tanah mengandung banyak liat dan debu serta sedikit pasir, tanah lengket pada kondisi basah dan keras seperti batu saat kondisi kering.
6.        Vegetasi gulma yang banyak tumbuh di sana berupa rumput teki, rumput kangkung-kangkungan, dan rumput berdaun sempit lainya.
7.        Kondisi sahading net sudah tua, banyak bagian yang sudah rusak seperti tiang yang sudah keropos dan tumbang, robek pada sisi shading net di bagian atas maupun bagian samping.
8.        Tanaman kurang terawat, terlihat tinggi gulma yang tumbuh melebihi tinggi tanaman utama yang ditanam.
Kendala yang dialami petani di kebun produksi PT. Smart Multi Usaha yaitu sebagai berikut:
1.        Kurangnya modal untuk melakukan budidaya, mengingat kondisi PT yang tidak aktif lagi, petani berusaha sendiri melakukan budidaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2.        Kurangnya tenaga kerja sehingga perawatan tanaman tidak optimal.
3.        Kondisi lahan mengalami penurunan produksi karena seringnya dilakukan budidaya tanpa diimbangi penambahan unsur hara melalui pemupukan serta kondisi shading net yang sudah tua menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat.
4.        Kurangnya pengetahuan tentang teknik budidaya yang baik guna meningkatkan produksi.
5.        Harga sayur yang murah yang ditawarkan oleh pedagang pengumpul sayur (toke sayur), menyebabkan sulitnya mendapatkan untung, hal ini karena tidak adanya kegiatan pasca panen guna menambah nilai ekonomi produk.




3.4.       Analisis Data dan Informasi
Berdasarkan kondisi peninjauan dilapangan, kondisi yang terlihat bahwa kebun produksi PT Smart Multi Usaha memiliki prospek yang bagus dalam mengembangkan produksi sayur-sayuran, karena letaknya yang strategis (dekat dengan perguruan tinggi negeri dan pasar), kondisi iklim yang cocok, sarana dan prasarana yang memadai, dan tenaga kerja yang cukup.
Masalah dan kendala yang terjadi dilapangan karena kurangnya perhatian dan pengetahuan petani tentang bagaimana mengelola kebun produksinya. Ketidak aktifan fungsi manajerial PT Smart Multi Usaha menjadi salah satu faktor produksi sayur di kebun tersebut menurun, harga sayur menjadi murah, kurang modal untuk perawatan shading net dan kegiatan budidaya.













IV.   KEADAAN UMUM

4.1.       Kondisi Umum PT. Smart Multi Usaha
PT. Smart Multi Usaha merupakan perusahaan yang bergerak di bidang budidaya sayuran dataran rendah seperti sawi, bayam, kangkung, dan terkadang juga menanam tanaman pangan seperti jagung dan sorgum. Kantor  PT. Smart Multi usaha terletak di jalan Delima kelurahan simpang baru, kecamatan tampan-Panam Pekanbaru Riau, sedangkan kebun produksi terletak dikawasan Fakultas Pertanian Universitas Riau seluas ± 4 Ha yang dikelola oleh 3 petani, dimana dalam 1 ha dikelola oleh 1 orang petani yang bertanggung  jawab mengelola 4 Shadding net, masing-masing shadding net seluas ¼ ha.
Awalnya PT. Smart Multi Usaha aktif sepenuhnya dalam menjalankan fungsi manajerialnya sebagai PT yang mensuplai sayur-sayuran di kawasan Pasar Pekanbaru, namun sekarang PT ini kurang berfungsi dengan baik dikarenakan adanya beberapa hal. Kebun produksi sekarang dikelola sendiri oleh petani yang masih bertahan di kebun produksi tersebut, mulai dari modal, budidaya dan pemasaran dilakukan sendiri sebagai sumber penghasilan sehari-hari.
Berdasarkan peninjauan dilapangan, teknologi budidaya yang dilakukan petani sudah cukup maju, pengolahan tanah sudah menggunakan traktor, melakukan pemupukan dasar dan susulan, serta melakukan pengendalian hama penyakit dalam melakukan budidaya guna meningkatkan produksinya. Namun, permasalahan yang dialami petani yaitu kurang efektifnya penggunaan pupuk dan pestisida yang diberikan, produksinya masih rendah meskipun input yang diberikan sudah maksimal.
Teknik pemasaran yang kurang terorganisir menyebabkan nilai ekonomi produk sayur yang dihasilkan menjadi rendah, pemasaran yang dilakukan petani masih melalui pedagang pengumpul sayur (toke sayur) sehingga harga sayur rendah yang menyebabkan pemasukan sedikit. Suatu ketika petani mengalami gagal panen akibat cuaca yang tidak menentu menyebabkan petani rugi dan tidak ada pemasukan. Keterbatasan modal dan ilmu pengetahuan serta kurangnya penyuluhan kepada petani menyebabkan produksi sayur sulit ditingkatkan.
4.2.       Letak Georgafis dan Peta Kebun
PT. Smart Multi Usaha terletak di provinsi Riau, dimana Topografi Provinsi Riau merupakan daerah dataran rendah dan agak bergelombang dengan ketinggian pada beberapa kota yang terdapat di wilayah Propinsi Riau antara 2091 m diatas permukaan laut.
PT. Smart Multi Usaha terletak dilingkungan Fakultas Pertanian Universitas Riau, adapun lokasi kebun produksi PT. Smart Multi Usaha dapat dilihat pada peta Universitas Riau berikut ini:
Gambar 1. Lokasi PT. Smart Multi Usaha di lingkungan Universitas Riau
Kondisi peta kebun dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2. Peta kebun PT. Smart Multi Usaha
4.3.       Keadaan Iklim dan Tanah
Daerah Riau beriklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 2000-3000 mm per tahun yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan. Berdasarkan data dari Stasiun Meteorologi Simpang Tiga, suhu udara rata-rata di Kota Pekanbaru tahun 2005 menunjukkan 27,4 oC dengan suhu maksimum 32,5 oC dan suhu minimum 23,2 oC.
Sebagian besar tanah daratan Provinsi Riau terdiri dari daratan yang terjadi dari formasi Alluvium (endapan). Di Provinsi Riau terdapat empat jenis tanah, yaitu jenis tanah Organosol Glei Humus, Padsolik Merah Kuning dari Alluvium, Padsolik Merah Kuning dari batuan endapan, dan Padsolik Merah Kuning dari batuan endapan dan batuan beku. Jenis-jenis tanah tersebut didapati di daerah-daerah sepanjang pantai sampai dengan pertengahan daratan yang berformasi sebagai daratan muda tidak bergunung-gunung.
4.4.       Luas Areal dan Tata Guna Lahan
Luas areal PT. Smart Multi Usaha ± 4 ha yang terdiri dari 3 ha dibangun shading untuk produksi sayur dan 1 ha untuk budidaya tanaman pangan dan tanaman lain di luar shading net.
4.5.       Keadaan Tanaman dan Produksi
PT. Smart Multi Usaha memproduksi tanaman sayuran, berdasarkan pengamatan dilapangan, sayuran yang diproduksi terdiri atas tanaman sayur daun (sawi, kangkung, bayam, selada, raja-raja), tanaman sayur buah (cabai, terong, mentimun) dan tanaman pangan (jagung). Untuk tanaman sayur daun yang paling dominan dibudidayakan yaitu sawi yang ditanam di dalam shading net. Beberapa tanaman ditanam di luar shading net yaitu di kebun tanaman pangan dan disekitar shading net yang lahannya masih kosong.
Keadaan tanaman yang dibudidayakan petani di kebun produksi PT. Smart Multi Usaha pertumbuhannya kurang bagus, terlihat kurang terawat (gulma tumbuh lebih tinggi daripada tanaman utama), terlihat banyak gejala serangan hama dan penyakit. Produksi yang diperoleh petani dari hasil budidaya, berdasarkan hasil wawancara petani tidak banyak mendapatkan untung dan terkadang hanya balik modal saja. Hal ini dikarenakan petani kekurangan tenaga kerja, walaupun ada petani tidak sanggup membayar tenaga kerja.


4.6.       Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
PT. Smart Multi Usaha sekarang tidak aktif lagi, kegiatan yang ada di kebun produksi sepenuhnya di kerjakan oleh petani. Adapun struktur organisasi yang didapat dilapangan yaitu sebagai berikut:
Struktur Organisasi PT. Smart Multi Usaha


 



















V.   PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA PROFESI (PKP)

5.1.       Aspek Teknis
5.1.1.      Persiapan dan Pengolahan Lahan
Persiapan lahan yang dilakukan dengan menyiangi gulma yang tumbuh, secara manual dan menggunakan alat berupa sabit dan cangkul. Gulma yang telah di cabut di kumpulkan dan dikeluarkan dari dalam shading net. Setelah lahan bersih dari gulma, lahan dibajak menggunakan traktor rotari (karena tanah tidak tidak terlalu keras), bajak rotary berfungsi untuk membalik tanah dan menggemburkan tanah. Fungsi dari pengolahan tanah ini agar sifat fisika dan kimia tanah baik, drainase tanah baik, tanah menjadi gembur, bebas hama penyakit, sehingga mendukung untuk pertumbuhan tanaman secara optimal. Luas lahan yang diolah yaitu setengah dari luas shading net yaitu 125 m2.
Setelah lahan dibajak dan gembur, selanjutnya lahan di buat bedengan dengan ukuran lebar 1 m, panjang 25 m, tinggi 30 cm, lebar drainase 20 cm, dan panjang drainase di sesuaikan dengan panjang bedengan. Pembuatan bedengan dilakukan dengan menggunkan cangkul dan garu.
5.1.2.      Pembibitan
Pembimbitan dilakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan bibit sawi yang pertumbuhannya baik yaitu bentuk bibit sempurna, pertumbuhan subur, dan bebas serangan hama dan penyakit. Pembimbitan dilakukan 2 minggu sebelum persiapan lahan tanam. Pembimbitan dapat dilakukan di dalam seed bag atau di bedengan dengan syarat intensitas cahaya matahari rendah (diberi naungan).
Pembimbitan yang dilakukan saat PKP ini yaitu di bedengan dengan luasan 25 m2 di dalam shading net 1 hari setelah pembersihan lahan. Bedengan ditabur pupuk kandang sebanyak 2 karung atau setara dengan 40 kg. Benih di tabur di atas bedengan secara langsung atau dengan mencampur terlebih dahulu benih dengan abu atau pasir dengan perbandingan 1 : 2, tujuannya agar sebaran benih merata. Setelah umur 12 hari, bibit dapat dipindahkan/dijarangkan ke bedengan yang baru.
5.1.3.      Pemupukan Dasar
Pemupukan dasar dilakukan dnegan tujuan untuk menyediakan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman diawal penanaman. Pemupukan dasar dilakukan 3 hari setelah pengolahan tanah dengan menggunakan pupuk kandang sebanyak 40 kg/25 m2 (2 karung per bedengan). Pemupukan dasar dilakukan dengan cara menabur pupuk di atas bedengan kemudian mengaduknya dengan tanah sampai rata dengan menggunkan cangkul atau garu, selanjutnya di biarkan selama 1 minggu agar pupuk terdekomposisi dan tersedia bagi tanaman setelah tanaman di tanam.
5.1.4.      Penanaman/Penjarangan Sawi
Pemindahan bibit sawi ke bedengan setelah benih berumur 12 hari atau sekitar 2 minggu. Penanaman di bedengan dilakukan dengan mencabut bibit sawi secara hati-hati agar akar tidak putus kemudian dipindahkan secara manual ke bedengan yang telah disiapkan 1 minggu sebelumnya dengan jarak tanam 10 × 10 cm. Setelah bibit di tanam selanjutnya bibit disiram sampai kapasitas lapang dengan menggunkan sistem irigasi sprinkle yang sudah ada di dalam shading net.

5.1.5.      Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah kegiatan yang sangat penting dilakukan karena akan sangat berpengaruh terhadap hasil yang akan didapat. Kegiatan pemeliharaan  yang penting diperhatikan yaitu:
1.        Pengairan/Penyiraman.
Penyiraman tanaman sawi dilkukan 2 kali sehari pagi dan sore apabila kondisi tidak hujan. Penyiraman dilakukan dengan menggunkan sistem irigasi sprinkle yang sudah ada di dalam shading net selama ± 15 menit atau kondisi tanah sampai kapasitas lapang. Tujuan penyiraman yaitu menyediakan kebutuhan air untuk tanaman sehingga pertumbuhan tanaman optimal.
2.        Penyiangan
Penyiangan adalah kegiatan membersihkan/mencabut gulma yang tumbuh disekitar tanaman dengan tujuan untuk mengurangi persaingan penyerapan unsur hara dan pemanfaatan cahaya matahari sehingga pertumbuhan tanaman menjadi optimal.
Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh di sekitar tanaman secara hati-hati agar tidak mengganggu sistem perakaran tanaman utama, gulma yang sudah di cabut di buang jauh dari areal pertanaman untuk menghindari berkembangnya hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan dengan interval 2 minggu sekali atau melihat kondisi pertumbuhan gulma.
3.        Pemupukan Susulan
Pemupukan susulan merupakan kegiatan menambahkan unsur hara yang dibutuhkan tanaman guna menunjang pertumbuhan tanaman. Pemupukan susulan dilakukan setelah tanaman berumur 3 minggu setelah tanam atau 1 minggu sebelum panen, dengan menggunakan pupuk anorganik berupa pupk urea, NPK atau gabungan dari keduanya. Dosis pupuk yang digunkan yaitu ½ kg/25 m2 untuk masing-masing jenis pupuk. Pemupukan dilakukan dengan cara di tabur secara merata ke atas tanaman yang akan di pupuk selanjutnya disiram dengan tujuan agar tidak ada endapan pupuk diatas daun yang akan menyebabkan terbakarnya daun dan untuk melarutkan pupuk agar dapat diserap tanaman. Pemupukan sebaiknya dilakukan pada sore hari karena intensitas cahaya matahari sudah berkurang sehingga penguapan pupuk yang lebih besar dapat dihindari.
5.1.6.      Panen dan Pasca Panen.
Panen sawi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
1.        Mencabut seluruh tanaman beserta akarnya.
2.        Memotong bagian pangkal batang yang berada di atas permukaan tanah.
Umur panen sawi + 40 hari setelah tanam, sebaiknya terlebih dahulu dilihat fisik tanaman seperti warna, bentuk dan ukuran daun.
Sawi yang baru di panen langsung di ikat dengan karet membentuk huruf 8 dengan tujuan untuk menyediakan pori-pori pada ikatan sehingga tidak mudah layu, selanjutnya dicuci bersih dengan air yang mengalir dengan tujuan merontokkan kotoran-kotoran yang melekat pada sayur untuk menghindari gejala serangan penyakit pasca panen. Tanaman sawi yang sudah di panen siap dijual di pasar atau ke agen sayur. Pada kegiatan PKP ini sawi dijual ke agen pengumpul sayur dengan harga Rp 600,00/ ikat.
5.2.       Aspek Manajerial
Manajemen (management) merupakan pencapaian sasaran- sasaran  organisasi dengan cara yang efektif dan efisien melalui perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian sumber daya organisasi.    Suatu perencanaan usaha adalah unit kegiatan yang direncanakan dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan sesuatu barang dan/jasa yang diinginkan.
Pengorganisasian adalah pengaturan setelah ada plan (rencana). Dalam hal ini diatur dan ditentukan tentang apa tugas pekerjaaan, macam/jenis serta sifat pekerjaan, unit-unit kerja (pembentukan bagian-bagian), tentang siapa yang akan melakukan, apa alat-alatnya, bagaimana pengaturan keuangan dan fasilitasnya dengan kata lain setelah tujuan perusahaan telah ditentukan, perusahaan perlu merumuskan tindakan-tindakan yang akan dijalankan untuk mewujudkan berbagai tujuan tersebut.
Setelah melakukan perencanaan (planning) dan pengorganisasian (organizing), maka selanjutnya adalah actuating (pengarahan). Dalam fungsi actuating manajemen akan melaksanakan rencana yang dibuat, dibarengi dengan proses mengarahkan dan menuntun kegiatan perusahaan menuju sasaran perusahaan, dalam menjalankan bisnis. Di dalam actuating, tercapai beberapa hal yang harus dipahami agar bisnis yang kita lakukan berjalan dengan baik.
Pengendalian manajemen merupakan pengendalian yang dilakukan oleh pihak manajemen untuk mengorganisasi bagian-bagian perusahaan dan mengarahkan bagian-bagian tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sistem pengendalian manajemen di artikan sebagai suatu sistem yang membantu dan mendukung tercapainya tujuan pengendalian manajemen.
Sistem pengendalian internal adalah suatu sistem yang terdiri dari kebijakan dan prosedur yang diterapkan untuk memastikan bahwa tujuan tertentu suatu satuan usaha dapat dicapai. Menurut American Institute Of Certified Public Accountants (AICPA), definisi dari sistem pengendalian internal adalah “sistem pengendalian yang meliputi struktur organisasi dan semua metode serta ketentuan yang terkoordinasi yang dianut oleh perusahaan untuk melindungi harta kekayaan, serta memeriksa ketelitian dan seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya, dapat meningkatkan efisiensi usaha dan dapat mendorong di taatinya kebijakan perusahaan yang telah ditetapkan”.
Unsur Sistem Pengendalian Internal
1.        Struktur organisasi.
2.        Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan.
3.        Praktik yang sehat.
4.        Karyawan yang mampu melaksanakan tugasnya.













VI.  HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1.       Hasil
Analisis biaya produksi budidaya sawi yang dikeluarkan petani di kebun produksi PT. Smart Multi Usaha dengan luasan 1250 m2 atau ½ shading net yaitu sebagai berikut:
Tabel 1. Analisis Biaya Produksi Sawi dengan Luasan Lahan 1250 m2
Jenis Biaya
Unit
Luasan Lahan (M2)
Biaya (Rp)
Benih Sawi
7 Bks
1250
Rp 189.000,00
BBM Traktor
5 Lt
1250
Rp 30.000,00
Pupuk kandang
100 Karung
1250
Rp 1.000.000,00
Pupuk Urea
25 Kg
1250
Rp 150.000,00
Pupuk NPK
25 Kg
1250
Rp 200.000,00


Total =
RP 1.569.000,00

Sedangkan pendapatan yang diperoleh petani dengan luasan 1250 m2  yaitu sebagai berikut:
Tabel 2. Pendapatan Budidaya Sawi dengan Luasan 1250 m2
Jenis Pendapatan
Harga satuan
Hasil Panen Seluas 1250 M2
Pendapatan
Panen Sawi
Rp 600,00/ikat
3000 ikat
Rp 1.800.000,00

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, kondisi produksi yang dihasilkan petani masih rendah, hal ini dikarenakan beberapa kendala diantaranya:
a.    Lahan sudah sering ditanami sehingga unsur hara di dalam tanah selalu berkurang yang menyebabkan produtifitas lahan menjadi rendah.
b.    Penggunaan salah satu atau beberapa pupuk kimia yang berlebih menyebabkan unsur hara lain yang dibutuhkan tanaman menjadi tidak tersedia.
c.    Penggunakan pestisida kimia yang rutin menyebabkan hama menjadi resisten sehingga sulit dikendalikan dengan pestisida yang sama.
d.   Budidaya dengan teknik monokultur tanpa adanya pergiliran tanaman yang berbeda famili menjadi penyebab habisnya salah satu unsur hara yang dibutuhkan tanaman berikutnya, dan apabila tidak diimbangi dengan input unsur hara yang hilang maka produksi akan berkurang.
e.    Pelaksanaan pasca panen yang kurang tepat dan kurang menarik menyebabkan produk tidak tahan simpan menyebabkan nilai ekonomi berkurang.
f.     Teknik pemasaran yang kurang terorganisir dengan baik terkadang menyebabkan harga sayur tidak sesuai harapan.
6.2.       Pembahasan
Berdasarkan kondisi yang dialami petani dilapangan, maka perlu adanya pemecahan masalah guna meningkatkan produksi petani. Penyuluhan lapangan, pelatihan, serta pengabdian masyarakat yang diselenggarakan oleh dinas atau PPL  sangat perlu dicanangkan guna meningkatkan produksi petani, hal ini secara tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan petani dan produksi sayur khususnya di Riau dapat terpenuhi tanpa perlu impor dari daerah lain.
PKP (Praktek Kerja Profesi) yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi juga merupakan salah satu dari program penyuluhan kepada petani, guna mengetahui permasalahan yang dialami petani dan memberikan solusi dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Pemecahan masalah yang dapat diberikan dari kondisi yang dialami petani di kebun produksi PT. Smart Multi Usaha ini yaitu:
a.    Mengaktifkan kembali sistem manajerial yang dahulu pernah berjalan, atau pihak fakultas pertanian memberikan tawaran kerjasama untuk mengaktifkan sistem manajerial yang baru.
b.    Membentuk team teknis yang akan membimbing petani dalam melaksanakan kegiatan produksi.
c.    Memberikan pelatihan kepada petani tentang teknologi budidaya, perlakuan pasca panen, dan penjualan yang dapat meningkatkan penghasilan usahanya.
Inti dari peningkatan produksi pertanian yaitu melakukan budidaya yang baik dan benar sesuai dengan komoditas yang ditanam, pentingnya mengenal komoditas dan syarat tumbuhnya menjadi point penting dalam keberhasilan budidaya. Maka dari itu perlu adanya data yang spesifik mengenai potensi lahan, kondisi lahan, keadaan iklim, dan jenis komoditas yang cocok pada lahan tersebut dan mengkajinya serta memberikan solusi dan input apa yang seharusnya di berikan guna meningkatkan produktifitas lahan.









VII.   PENUTUP

7.1.       Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari kegiatan PKP (Praktek Kerja Profesi) di PT. Smart Multi Usaha yaitu:
a.    PT. Smart Multi Usaha mengalami ketidakaktifan dalam menjalankan fungsi manajerialnya lagi.
b.    Petani mengelola sendiri kebun produksi PT. Smart Multi Usaha mulai dari modal, produksi, sampai pemasaran dan mengalami banyak kendala yang menyebabkan menurunya produksi.
c.    Perlu adanya pembenahan fungsi manajerial di lingkungan kebun produksi PT. Smart Multi Usaha.
d.   Penyuluhan, pelatihan, serta jalinan kerja sama dengan perguruan tinggi menjadi solusi yang tepat dalam memperbaiki kondisi yang dialami petani dilingkungan kebun produksi PT. Smart Multi Usaha.
7.2.       Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu dalam pelaksanaan PKP (Praktek Kerja Produksi) yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi sebaiknya pada saat mahasiswa tidak sedang kuliah agar pelaksanaan PKP dapat diikuti secara maksimal dan memberikan hasil yang dapat diterima oleh mahasiswa secara optimal.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Klasifikasi Sawi. http;//www.plantamor.com/spcdtail.php?. Akses 19 Juni 2012.


Anonim. 2011. Khasiat Sawi. http;//khasiatbuah.com/sawi-hijau.html. Akses 19 Juni 2012.

Fahrudin, F. 2009. Budidaya Caisim (Brasicca juncea L.) Menggunkan Ekstrak The dan Pupuk Kascing. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Fransisca, S. 2009. Respon Pertumbuhan dan Produksi Sawi (Brasicca juncea L.) Terhadap Penggunaan Pupuk Kascing dan Pupuk Cair. Skripsi USU Repository 2008.

Haryanto, W, T. Suhartini dan E. Rahayu. 2003. Sawi dan Selada edisi revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.


Rukmana, R. 2007. Bertanam Petsai dan Sawi. Kasinius. Yogyakarta.

Sitompul, S, M dan Guritno, B. 1995. Analisi Pertumbuhan Tanaman. UGM-Press. Yogyakarta.

Sunarjono, H, H. 2007. Bertanam 30 jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.



0 komentar:

Posting Komentar

Kritik dan saran sangat diharapkan

 
Zona Inspiratif © 2018