I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sawi (Brassica juncea L) merupakan jenis sayur yang
digemari oleh masyarakat Indonesia. Konsumennya mulai dari golongan masyarakat
kelas bawah hingga golongan masyarakat kelas atas. Kelebihan lainnya sawi mampu
tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Sawi mempunyai nilai
ekonomi tinggi setelah kubis krop, kubis bunga, dan brokoli. Sawi diduga
berasal dari Tiongkok (Cina), tanaman ini telah dibudidayakan sejak 2500 tahun
lalu, kemudian menyebar luas ke Filipina dan Taiwan (Rukmana, 2002).
Ditinjau dari aspek klimatologis Indonesia sangat tepat
untuk dikembangkan untuk bisnis sayuran. Laju pertumbuhan produksi sayuran di
Indonesia berkisar antara 7,7-24,2% /tahun. Beberapa jenis sayuran, seperti bawang
merah, petsai/sawi, dan mentimun peningkatan produksinya merupakan dampak dari
penerapan teknologi budidaya (Suwandi, 2009).
Sawi bila ditinjau dari aspek ekonomis dan bisnisnya layak
untuk dikembangkan atau diusahakan untuk memenuhi permintaan konsumen serta
adanya peluang pasar. Kelayakan pengembangan budidaya sawi antara lain
ditunjukkan oleh adanya keunggulan komparatif kondisi wilayah tropis Indonesia
yang sangat cocok untuk komoditas tersebut, disamping itu, umur panen sawi
relatif pendek yakni 40-50 hari setelah tanam dan hasilnya memberikan
keuntungan yang memadai (Rahman dkk, 2008).
Profinsi
Riau merupakan wilayah yang cocok untuk mengembangkan sayur-sayuran. Hal ini
karena di dukung oleh sumberdaya alam yang memadai, antara lain lahan yang
banyak mengandung bahan organik dengan zona iklim A1, B1, C1, C2, D1, D2, D3,
dan E1 (menurut Odelman), curah hujan 2.000-3.000 mm/tahun dan hari hujan lebuh
dari 50 hari/tahun yang jatuh mulai bulan November hingga april, serta suhu
rata-rata siang hari 300C dan malam hari 230C.
lahan yang potensial untuk pengembangan sayuran seluas 35.000 Ha, sedangkan yang
telah ditanami baru 14.993 Ha.
Saat ini
Riau masih kekurangan produksi sayur sekitar 269.505 ton (87,6%) dari total
kebutuhan. Selama ini kekurangan sayuran tersebut untuk Riau daratan 75% di pasok dari Sumatra Utara, Sumatra Barat,
Bengkulu, Jambi, Palembang, dan lampung, sedangkan untuk kepulauan Riau 100% dipasok oleh
propinsi sekitar maupun Jawa.
Menurut Badan
Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (2009) produksi sawi selama periode
tahun 2005 sampai tahun 2008 mengalami penurunan minus 1,44% per tahun, hal ini
terjadi karena berkurangnya luas lahan. Pada tahun 2008 produksi sawi sebesar
77.147 ton, naik sebesar 2.036 ton, bila dibandingkan produksi sawi pada tahun
2007 sebesar 75.111 ton.
Budidaya tanaman
sayuran merupakan salah satu sistem pertanian yang diusahakan secara intensif
untuk meningkatkan produksi dan kualitas produk. Peningkatan produksi dapat
dilakukan dengan memperbaiki manajemen produksi yaitu dengan penambahan input
produksi, pemupukan, pengolahan tanah, pengairan, dan pengapuran. Sebagian
besar pengelolaan lahan yang diterapkan petani saat ini sangat intensif seperti
penambahan pupuk sintetis, pengolahan tanah intensif, dan pemanfaatan lahan
untuk sayuran secara terus menerus. Pengelolaan ini dapat berdampak buruk
terhadap kesuburan lahan, disisi lain petani kurang memperhatikan perbaikan
lahan budidaya sayuran baik dengan penambahan bahan amelioran maupun bahan
organik.
Teknologi
produksi tanaman berkembang sangat pesat sehingga hasil produksi meningkat
tajam, akan tetapi tidak semua manajemen produksi yang telah diterapkan akan
berkorelasi positif dengan daya dukung lingkungan. Pada tanaman sayuran,
pengolahan lahan pertanian yang intensif menyebabkan penurunan produktivitas
lahan, pencucian hara, erosi yang tinggi, dan berkurangnya bahan organik tanah
(Russel et al. 2006; Nissen & Wander 2003).
Beberapa
permasalahan tersebut apabila berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama,
diprediksikan kondisi lahan sayuran tersebut akan mengalami degradasi lahan
atau tidak berkelanjutan (Addiscot 2000).
PT. Smart Multi
Usaha merupakan salah satu produsen sayur-sayuran milik perseorangan yang
bekerjasama dengan Fakultas Pertanian Universitas Riau dalam menjalankan fungsi
manajerialnya yaitu
memenuhi kebutuhan
sayur-sayuran di Provinsi Riau khususnya kota Pekanbaru. Instansi ini memiliki
tugas dan fungsi untuk memproduksi aneka sayuran dataran rendah seperti sawi,
kangkung, bayam, dan tanaman sayuran lainnya, untuk itu instansi ini diharapkan
dapat menjamin ketersediaan sayur-sayuran yang bermutu.
Kegiatan
Praktek Kerja Profesi (PKP) diharapkan akan membekali mahasiswa dengan berbagai
pengalaman sehingga nantinya mahasiswa tidak mengalami goncangan dengan adanya
perbedaan antara teori yang diperoleh bangku kuliah dengan kenyataan di
lapangan. Di samping itu mahasiswa juga mempunyai ketrampilan khusus dalam
suatu jenis komoditi dan mengetahui
banyak permasalahannya
dan kendalanya.
1.2.
Tujuan Praktek Kerja Profesi (PKP)
Kegiatan Praktek
Kerja Profesi merupakan kegiatan mata kuliah yang wajib ditempuh oleh mahasiswa
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Riau Pekanbaru,
sebagai salah satu syarat dalam rangka untuk meraih gelar Strata 1 (S1).
Kegiatan Praktek
Kerja Profesi (PKP) mempunyai tujuan
umum:
1.
Meningkatkan kemampuan profesional mahasiswa
sesuai kompetensinya dalam memahami dan menghayati
proses kerja secara nyata.
2.
Meningkatkan kemampuan teknis
lapangan dengan melaksanakan
kegiatan sesuai dengan tahapan yang ada di lokasi PKP.
3.
Meningkatkan kemampuan manajerial
dan analisis kegiatan
di lapangan yang setara dengan tingkat mandor/mandor besar,
asisten/kepala afdeling atau organisasi yang ada di lokasi PKP.
4.
Melatih mahasiswa bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan lapangan,
sesuai dengan tingkat tanggung jawab yang diterimanya.
5.
Melatih mahasiswa menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada setiap kegiatan di lapangan, sehingga
termotivasi untuk memiliki jiwa wirausaha (entrepreneur ship).
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tanaman Sawi (Brassica juncea L.)
Tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu famili dengan kubis-krop,
kubis bunga, brokoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae)
olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama pada sistem
perakaran, struktur batang, bunga, buah (polong) maupun bijinya.
Sawi termasuk ke
dalam kelompok tanaman sayuran daun yang mengandung zat-zat gizi lengkap yang
memenuhi syarat untuk kebutuhan gizi masyarakat. Sawi hijau bisa dikonsumsi
dalam bentuk mentah sebagai lalapan maupun dalam bentuk olahan di berbagai macam masakan.
Selain itu berguna untuk pengobatan (terapi) berbagai macam penyakit (Cahyono,
2003).
2.1.1.
Klasifikasi dan Jenis
Sawi
Klasifikasi
tanaman sawi dalam (Rukmana, 2002) sebagai berikut : Divisi; Spermatophyta, Kelas; Angiospermae, Sub-kelas; Dicotyledonae, Ordo;
Papavorales, Famili; Brassicaceae, Genus; Brassica, dan Spesies; Brassica
juncea L.
Secara
umum tanaman sawi biasanya mempunyai daun panjang, halus, tidak berbulu, dan
tidak berkrop. Petani kita hanya mengenal 3 macam sawi yang biasa dibudidayakan
yaitu : sawi putih (sawi jabung), sawi hijau, dan sawi huma. Sekarang ini
masyarakat lebih mengenal caisim alias sawi bakso. Selain itu juga ada pula
jenis sawi keriting dan sawi monumen.
Caisim
alias sawi bakso ada juga yang menyebutnya sawi Cina, merupakan jenis sawi
yang paling banyak dijajakan di pasar-pasar dewasa ini. Tangkai daunnya
panjang, langsing, berwarna putih kehijauan. Daunnya lebar memanjang, tipis dan
berwarna hijau. Rasanya yang renyah, segar, dengan sedikit sekali rasa pahit.
Selain enak ditumis atau dioseng, juga untuk pedagang mie bakso, mie ayam,
atau restoran cina.
2.1.2.
Morfologi Tanaman Sawi (Brassica
juncea L)
Sistem perakaran
tanaman sawi memiliki akar tunggang (radix
primaria) dan cabang-cabang akar yang bentuknya bulat panjang (silindris)
menyebar kesemua arah dengan kedalaman antara 30-50 cm. Akar-akar ini berfungsi
antara lain mengisap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan
berdirinya batang tanaman (Heru dan Yovita, 2003).
Batang tanaman
sawi pendek sekali dan beruas-ruas sehingga hampir tidak kelihatan. Batang ini
berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun (Rukmana, 2002).
Sawi berdaun
lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak berkrop. Pada umumnya pola pertumbuhan
daunnya berserak (roset) hingga sukar membentuk krop (Sunarjono, 2004).
Tanaman sawi
umumnya mudah berbunga dan berbiji secara alami baik di dataran tinggi maupun
di dataran rendah. Stuktur bunga sawi tersusun dalam tangkai bunga (inflorescentia) yang tumbuh memanjang
(tinggi) dan bercabang banyak. Tiap kuntum bunga sawi terdiri atas empat helai
daun kelopak, empat helai daun mahkota bunga berwarna kuning cerah, empat helai
benang sari dan satu buah putik yang berongga dua (Rukmana, 2002).
2.1.3.
Syarat Tumbuh
1.
Iklim
Curah hujan yang
cukup sepanjang tahun dapat mendukung kelangsungan hidup tanaman karena
ketersedian air tanah yang mencukupi. Tanaman sawi hijau tergolong tanaman yang
tahan terhadap curah hujan, sehingga penanaman pada musim hujan masih bisa
memberikan hasil yang cukup baik. Curah hujan yang sesuai untuk pembudidayaan
tanaman sawi hijau adalah 1000-1500 mm/tahun. Akan tetapi tanaman sawi yang
tidak tahan terhadap air yang menggenang. . (Cahyono, 2003)
Tanaman sawi pada
umumnya banyak ditanam di dataran rendah. Tanaman ini selain tahan terhadap suhu
panas (tinggi) juga mudah berbunga dan menghasilkan biji secara alami pada
kondisi iklim tropis Indonesia (Haryanto dkk, 2002).
Kelembapan udara
yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman sawi hijau yang optimal berkisar antara
80%-90%. Kelembapan udara yang tinggi lebih dari 90 % berpengaruh buruk
terhadap pertumbuhan tanaman. Kelembapan yang tinggi tidak sesuai dengan yang
dikehendaki tanaman, menyebabkan mulut daun (stomata) tertutup sehingga
penyerapan gas karbondioksida (CO2) terganggu. Dengan demikian kadar gas CO2 tidak dapat masuk kedalam daun,
sehingga kadar gas CO2 yang
diperlukan tanaman untuk fotosintesis tidak memadai. Akhirnya proses
fotosintsis tidak berjalan dengan baik sehingga semua proses pertumbuhan pada
tanaman menurun. (Cahyono, 2003).
Ada kekhawatiran
tentang hujan asam, tetapi hampir semua hujan adalah ber pH rendah (asam). Air
Hujan murni yang tidak mengandung bahan pencemar pada dasarnya adalah air
distilasi. Air hujan ini yang dalam kesetimbangan dengan atmosfer akan memiliki
pH sekitar 5,6 karena pelarutan karbon dioksida di dalam air. Ketika air hujan
murni berada dalam kesetimbangan dengan karbon dioksida, maka konsentrasi ion
hidrogen yang dihasilkan menyebabkan pH 5,6 (Madjid,2009).
Tanah masam
adalah tanah dengan pH rendah karena kandungan H+ yang tinggi. Pada tanah masam lahan
kering banyak ditemukan ion Al3+ yang bersifat masam karena dengan air
ion tersebut dapat menghasilkan H+. Dalarn keadaan tertentu,
yaitu apabila tercapai kcjenuhan ion Al3+ tertentu, terdapat juga ion
Al-hidroksida, dengan demikian dapat menimbulkan variasi kemasaman tanah
(Yulianti, 2007). Selain dikenal sebagai tanaman sayuran daerah iklim sedang
(sub-tropis) tetapi saat ini berkembang pesat di daerah panas (tropis). Kondisi
iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah daerah yang
mempunyai suhu malam hari 15,6°C dan siang hari 21,1°C serta penyinaran
matahari antara 10-13 jam per hari (Sastrahidajat dan Soemarno, 1996).
Suhu udara yang
tinggi lebih dari 210 C dapat menyebabkan tanaman sawi
hijau tidak dapat tumbuh dengan baik (tumbuh tidak sempurna). Karena suhu udara
yang tinggi lebih dari batasan maksimal yang di kehendaki tanaman, dapat
menyebabkan proses fotosintasis tanaman tidak berjalan sempurna atau bahkan
terhenti sehingga produksi pati (karbohidrat) juga terhenti, sedangkan proses
pernapasan (respirasi) meningkat lebih besar. Akibatnya produksi pati hasil
fotosintsis lebih banyak digunakan untuk energi pernapasan dari pada untuk
pertumbuhan tanaman sehingga tanaman tidak mampu untuk tumbuh dengan sempurna.
Dengan demikian pada suhu udara yang tinggi tanaman sawi hijau pertumbuhannya
tidak subur, tanaman kurus, dan produksinya rendah, serta kualitas daun juga
rendah (Cahyono, 2003).
2.
Tanah
Tanah yang cocok
untuk ditanami sawi adalah tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung bahan
organik (humus), tidak menggenang (becek), tata aerasi dalam tanah berjalan
dengan baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya
adalah antara pH 6 sampai pH 7 (Haryanto dkk, 2006)
Kemasaman tanah
sangat berpengaruh terhadap ketersediaan hara didalam tanah, aktifitas
kehidupan jasad renik tanah dan reaksi pupuk yang diberikan ke dalam tanah.
Penambahan pupuk ke dalam tanah secara langsung akan mempengaruhi sifat
kemasamannya, karena dapat menimbulkan reaksi masam, netral ataupun basa, yang
secara langsung ataupun tidak dapat mempengaruhi ketersediaan hara makro atau
hara mikro. Ketersediaan unsur hara mikro lebih tinggi pada pH rendah. Semakin
tinggi pH tanah ketersediaan hara mikro semakin kecil (Hasibuan, 2010).
Pada pH tanah
yang rendah akan menyebabkan terjadinya gangguan pada penyerapan hara oleh
tanaman sehingga secara menyeluruh tanaman akan terganggu pertumbuhannya. Di
samping itu, kondisi tanah yang masam (kurang dari 5,5), menyebabkan beberapa
unsur hara , seperti magnesium, boron (B), dan molibdenum (Mo), menjadi tidak
tersedia dan beberapa unsur hara, seperti besi (Fe), alumunium (Al), dan mangan
(Mn) dapat menjadi racun bagi tanaman. Sehingga dengan demikian bila sawi
ditanam dengan kondisi yang terlalu masam, tanaman akan menderita penyakit
klorosis dengan menunjukkan gejala daun berbintik-bintik kuning dan urat-urat
daun berwarna perunggu dan daun berukuran kecil dan bagian tepi daun berkerut
(Cahyono, 2003).
Sawi dapat
ditanam pada berbagai jenis tanah, namun untuk pertumbuhan yang paling baik
adalah jenis tanah lempung berpasir seperti tanah andosol. Pada tanah-tanah
yang mengandung liat perlu pengolahan lahan secara sempurna antara lain
pengolahan tanah yang cukup (Suhardi, 1990).
Sifat biologis
yang baik adalah tanah banyak mengandung bahan organik (humus) dan
bermacam-macam unsur hara yang berguna untuk pertumbuhan tanaman, serta tanah
yang banyak terdapat jasad renik tanah atau organisme tanah pengurai bahan
organik.(Cahyono, 2003).
2.2.
Pupuk
Pupuk
didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah atau tajuk tanaman
dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling
awal adalah kotoran hewan, sisa pelapukan tanaman dan arang kayu.
Dalam pemilihan
pupuk perlu diketahui terlebih dahulu jumlah dan jenis unsur hara yang
dikandungnya, serta manfaat dari berbagai unsur hara pembentuk pupuk tersebut.
Setiap kemasan pupuk yang diberi label yang menunjukkan jenis dan unsur hara yang
dikandungnya. Kadangkala petunjuk pemakaiannya juga dicantumkan pada
kemasan.karena itu, sangat penting untuk membaca label kandungan pupuk sebelum
memutuskan untuk membelinya. Selain menentukan jenis pupuk yang tepat, perlu
diketahui juga cara aplikasinya yang benar, sehingga takaran pupuk yang
diberikan dapat lebih efisien. Kesalahan dalam aplikasi pupuk akan berakibat
pada terganggunya pertumbuhan tanaman. Bahkan unsur hara yang dikandung oleh
pupuk tidak dapat dimanfaatkan tanaman (Novizan, 2005).
Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan
pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk
hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri
pengurai. Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal
dari sisa-sisa tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk
organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah
tiap jenis unsur hara tersebut rendah. Sesuai dengan namanya, kandungan bahan
organik pupuk ini termasuk tinggi.
Pupuk anorganik atau pupuk buatan adalah jenis pupuk yang
dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki
prosentase kandungan hara yang tinggi. Menurut jenis unsur hara yang
dikandungnya, pupuk anorganik dapat dibagi menjadi dua yakni pupuk tunggal dan
pupuk majemuk. Pada pupuk tunggal, jenis unsur hara yang dikandungnya hanya
satu macam. Biasanya berupa unsur hara makro primer, misalnya urea hanya
mengandung unsur nitrogen.
Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu
jenis unsur hara. Penggunaan pupuk ini lebih praktis karena hanya dengan satu
kali penebaran, beberapa jenis unsur hara dapat diberikan. Namun, dari sisi
harga pupuk ini lebih mahal. Contoh pupuk majemuk antara lain diamonium phospat
yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor.
2.2.1.
Pupuk Organik (Pupuk Kandang)
Bahan
organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan
dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam
tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh
faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961). Menurut Stevenson (1994),
bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam
tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme,
bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus.
Bahan
organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung
tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam
mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik
merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah
merupakan masalah penting bagi negara berkembang karena intensitasnya yang
cenderung meningkat sehingga tercipta tanah-tanah rusak yang jumlah maupun
intensitasnya meningkat.
Kerusakan
tanah secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga kelompok utama, yaitu
kerusakan sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Kerusakan kimia tanah dapat
terjadi karena proses pemasaman tanah, akumulasi garamgaram (salinisasi), tercemar logam berat, dan
tercemar senyawa-senyawa organik dan xenobiotik seperti pestisida atau tumpahan
minyak bumi (Djajakirana, 2001).
Terjadinya
pemasaman tanah dapat diakibatkan penggunaan pupuk nitrogen buatan secara terus
menerus dalam jumlah besar (Brady, 1990). Kerusakan tanah secara fisik dapat
diakibatkan karena kerusakan struktur tanah yang dapat menimbulkan pemadatan
tanah. Kerusakan struktur tanah ini dapat terjadi akibat pengolahan tanah yang
salah atau penggunaan pupuk kimia secara terus menerus. Kerusakan biologi
ditandai oleh penyusutan populasi maupun berkurangnya biodiversitas organisme
tanah, dan terjadi biasanya bukan kerusakan sendiri, melainkan akibat dari
kerusakan lain (fisik dan atau kimia). Sebagai contoh penggunaan pupuk nitrogen
(dalam bentuk ammonium sulfat dan sulfur coated urea) yang terus menerus
selama 20 tahun dapat menyebabkan pemasaman tanah sehingga populasi cacing
tanah akan turun dengan drastis (Ma et al., 1990).
Kehilangan
unsur hara dari daerah perakaran juga merupakan fenomena umum pada sistem
pertanian dengan masukan rendah. Pemiskinan hara terjadi utamanya pada praktek
pertanian di lahan yang miskin atau agak kurang subur tanpa dibarengi dengan
pemberian masukan pupuk buatan maupun pupuk organik yang memadai. Termasuk
dalam kelompok ini adalah kehilangan bahan organik yang lebih cepat dari
penambahannya pada lapisan atas. Dengan demikian terjadi ketidakseimbangan
masukan bahan organik dengan kehilangan yang terjadi melalui dekomposisi yang
berdampak pada penurunan kadar bahan organik dalam tanah. Tanah-tanah yang
sudah mengalami kerusakan akan sulit mendukung pertumbuhan tanaman. Sifat-sifat
tanah yang sudah rusak memerlukan perbaikan agar tanaman dapat tumbuh dan
berproduksi kembali secara optimal.
Penyediaan hara
bagi tanaman dapat dilakukan dengan penambahan pupuk baik organik maupun
anorganik. Pupuk anorganik dapat menyediakan hara dengan cepat. Namun apabila
hal ini dilakukan terus menerus akan menimbulkan kerusakan tanah. Hal ini tentu
saja tidak menguntungkan bagi pertanian yang berkelanjutan. Meningkatnya
kemasaman tanah akan mengakibatkan ketersediaan hara dalam tanah yang semakin
berkurang dan dapat mengurangi umur produktif tanaman.
Menurut Lal
(1995), pengelolaan tanah yang berkelanjutan berarti suatu upaya pemanfaatan
tanah melalui pengendalian masukan dalam suatu proses untuk memperoleh
produktivitas tinggi secara berkelanjutan, meningkatkan kualitas tanah, serta
memperbaiki karakteristik lingkungan. Dengan demikian diharapkan kerusakan
tanah dapat ditekan seminimal mungkin sampai batas yang dapat ditoleransi,
sehingga sumberdaya tersebut dapat dipergunakan secara lestari dan dapat
diwariskan kepada generasi yang akan datang.
Pupuk kandang (pukan) didefinisikan sebagai semua produk
buangan dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara,
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk kandang/kotoran hewan
yang berasal dari usaha tani pertanian antara lain adalah kotoran ayam, sapi,
kerbau, dan kambing. Komposisi hara pada masing-masing kotoran berbeda
tergantung pada jumlah dan jenis makanannya. Secara umum kandungan hara dalam
kotoran hewan lebih rendah daripada pupuk kimia. Oleh karena itu biaya aplikasi
pupuk kandang (pukan) ini lebih besar daripada pupuk anorganik. Hara dalam
pukan ini tidak mudah tersedia bagi tanaman. Ketersediaan hara sangat
dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi dari bahan-bahan tersebut.
2.2.2.
Pupuk Sumber Nitrogen (Urea)
Hampir seluruh tanaman dapat menyerap nitrogen dalam bentuk
nitrat atau amonium yang disediakan oleh pupuk. Nitrogen dalam bentuk nitrat
lebih cepat tersedia bagi tanaman. Amonium juga akan diubah menjadi nitrat oleh
mikroorganisme tanah, kecuali pada tembakau dan padi. Tembakau tidak dapat
mentoleransi jumlah amonium yang tinggi. Untuk menyediakan nitrogen pada
tembakau, gunakan pupuk berbentuk nitrat (NO3-) dengan kandungan
nitrogen minimal 50%. Pada padi sawah, lebih baik gunakan pupuk berbentuk
amonium (NH4+) karena pada tanah yang tergenang, nitrogen mudah berubah menjadi gas N2.
umumnya pupuk dengan kadar N yang tinggi dapat membakar daun tanaman sehingga
pemakaiannya perlu lebih hati-hati.
Urea
merupakan pupuk buatan hasil persenyawaan NH4 (ammonia) dengan CO2.
Bahan dasarnya biasanya berupa gas alam dan merupakan ikatan hasil tambang
minyak bumi. Kandungan N total berkisar antara 45-46 %. Dalam proses pembuatan
Urea sering terbentuk senyawa biuret yang merupakan racun bagi tanaman kalau
terdapat dalam jumlah yang banyak. Agar tidak mengganggu kadar biuret dalam
Urea harus kurang 1,5-2,0 %. Kandungan N yang tinggi pada Urea sangat
dibutuhkan pada pertumbuhan awal tanaman. (Ruskandi, 1996).
2.2.3.
Pupuk Majemuk NPK
Pemakaian pupuk majemuk saat ini sudah sangat luas.
Berbagai merk, kualitas dan analisis telah tersedia di pasaran. Kendati harganya relatif
lebih mahal, pupuk majemuk tetap dipilih karena kandungan haranya lebih
lengkap. Pupuk majemuk berkualitas prima memiliki besaran butiran yang seragam
dan tidak terlalu higroskopis, sehingga tahan disimpan dan tidak cepat
menggumpal. Hampir semua pupuk majemuk bereaksi asam, kecuali yang telah
mendapatkan perlakuan khusus, seperti penambahan Ca dan Mg.
Variasi analisis pupuk mejemuk sangat banyak. Meskipun
demikian, perbedaan variasinya bisa jadi sangat kecil, misalnya antara NPK
15.15.15 dan NPK 16.16.16. Variasi analisis pupuk, seperti 15.15.15,
16.16.16, dan 20.20.20 menunjukkan ketersediaaan unsur hara yang seimbang.
Fungsi pupuk majemuk dengan variasi analisis seperti ini antara lain untuk mempercepat
perkembangan bibit, sebagai pupuk pada awal peneneman, dan sebagai pupuk susulan saat tanaman memasuki fase generatif,
seperti saat mulai berbunga.
Dalam memilih pupuk majemuk perlu dipertimbangkan beberapa
faktor, antara lain kandungan unsur hara yang tinggi, kandungan unsur hara
mikro dan harga perkilogramnya.contoh cara mempertimbangkan pemilihan pupuk
majemuk, variasi analisis pupuk NPK 20.20.20 memiliki kandungan hara yang lebih
tinggi daripada NPK 15.15.15, tetapi sifatnya sangat higroskopis sehingga mudah
sekali menggumpal. Karena itu, variasi analisis pupuk ini sebaiknya tidak
dipilih karena bagian yang menggumpal tidak dapat digunakan.Pupuk NPK merupakan
pupuk majemuk yang mengandung unsur hara utama lebih dari dua jenis. Dengan
kandungan unsur hara Nitrogen 15 % dalam bentuk NH3, fosfor 15 %
dalam bentuk P2O5, dan kalium 15 % dalam bentuk K2O.
Sifat Nitrogen (pembawa nitrogen ) terutama dalam bentuk amoniak akan menambah
keasaman tanah yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman.(Hardjowigeno, 1992).
2.3.
Shading Net
Shading house adalah
bangunan berpeneduh, memiliki atap berupa jala/net yang dapat dilewati cahaya
dengan intensitas tertentu. Sedangkan Shading net sendiri adalah net/jaring yang
berfungsi untuk menaungi tanaman tertentu atau tanaman muda/bibit dari teriknya
sinar cahaya matahari dan curah hujan. Intensitas
cahaya yang dilewatkan bervariasi tergantung kebutuhan tanaman, bisa 30%, 50%,
60%, 70%, 80%.
Fungsi
Shading net yaitu untuk mengurangi intensitas sinar
matahari yang
masuk ke dalam bedeng, untuk melindungi bibit tanaman/tanaman terhadap sinar matahari secara
penuh yang dapat membakar atau menurunkan vigoritas bibit tanaman/tanaman, dan digunakan pada
aklimatisasi tanaman.
III. METODE PRAKTEK KERJA PROFESI (PKP)
3.1. Tempat Dan Waktu
Kegiatan Praktek
Kerja Profesi (PKP) ini dilaksanakan di kebun produksi PT. Smart Multi Usaha
yang terletak di belakang UPT kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas
Riau, jalan HR. Subrantas Km. 12,5, kelurahan simpang baru, kecamatan Tampan,
Panam Pekanbaru. Waktu pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi dilaksanakan selama tiga bulan, dimulai pada tanggal 17 Maret sampai dengan tanggal 20 Mei 2012.
3.2. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan
Praktek Kerja Profesi (PKP) meliputi tiga tahapan yaitu sebagai berikut:
1.
Peserta
Praktek Kerja Profesi (PKP) melakukan pengamatan dan mengumpulkan data-data
atau peninjauan langsung kelapangan sebelum mereka melakukan PKP di lokasi
tersebut, guna memudahkan dalam penyusunan rencana kedepan.
2.
Peserta
Praktek Kerja Profesi (PKP) secara
langsung turun kelapangan dan mengikuti kegiatan di kebun produksi PT. Smart
Multi Usaha bersama petani sekaligus melakukan pengumpulan data dan informasi
yang berkaitan dengan kegiatan yang di laksanakan di lapangan.
3.
Peserta
Praktek Kerja Profesi melakukan studi literatur untuk memandingkan antara data
yang diperoleh dengan literatur yang ada dan membahasnya dalam sebuah laporan
tertulis
3.3. Pengamatan dan Pengumpulan Data
Pengamatan dan pengumpulan data dilaksanakan dengan cara
peninjauan langsung ke lokasi Praktek Kerja Profesi (PKP) sebelum pelaksanaan
PKP berlangsung, dengan tujuan untuk mengetahui kondisi nyata dari lokasi PKP
sehingga memudahkan dalam penyusunan rencana atau program yang akan
dilaksanakan ketika pelaksanaan Praktek Kerja Profesi (PKP) berlangsung.
Adapun hasil pengamatan dan pengumpulan data kondisi lokasi
PKP yaitu sebagai berikut:
1.
Tempat lokasi PKP yaitu kebun
produksi PT. Smart Multi Usaha yang terletak di belakang UPT kebun percobaan
Fakultas Pertanian Universitas Riau, jalan HR. Subrantas Km. 12,5, kelurahan
simpang baru, kecamatan Tampan, Panam Pekanbaru.
2.
Kebun produksi PT. Smart Multi
Usaha seluas ± 4 Ha, dimana setiap hektar
dibangun 4 shading net, yang masing-masing shading net seluas 250 m2
atau setara dengan ¼ Ha.
3.
Setiap hektar kebun produksi
dikelola oleh 1 Orang petani yang bertanggung jawab melakukan kegiatan budidaya
sayur pada lahan tersebut.
4.
Komoditas yang di budidayakan oleh
Petani yaitu umumnya tanaman sayur daun seperti sawi, kangkung, bayam, selada,
raja-raja, dan beberapa tanaman pangan seperti jagung dan sorgum di luar
shading net.
5.
Kondisi tanah mengandung banyak
liat dan debu serta sedikit pasir, tanah lengket pada kondisi basah dan keras
seperti batu saat kondisi kering.
6.
Vegetasi gulma yang banyak tumbuh
di sana berupa rumput teki, rumput kangkung-kangkungan, dan rumput berdaun
sempit lainya.
7.
Kondisi sahading net sudah tua,
banyak bagian yang sudah rusak seperti tiang yang sudah keropos dan tumbang,
robek pada sisi shading net di bagian atas maupun bagian samping.
8.
Tanaman kurang terawat, terlihat
tinggi gulma yang tumbuh melebihi tinggi tanaman utama yang ditanam.
Kendala yang dialami petani di kebun produksi PT. Smart
Multi Usaha yaitu sebagai berikut:
1.
Kurangnya modal untuk melakukan
budidaya, mengingat kondisi PT yang tidak aktif lagi, petani berusaha sendiri
melakukan budidaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2.
Kurangnya tenaga kerja sehingga
perawatan tanaman tidak optimal.
3.
Kondisi lahan mengalami penurunan
produksi karena seringnya dilakukan budidaya tanpa diimbangi penambahan unsur
hara melalui pemupukan serta kondisi shading net yang sudah tua menyebabkan
pertumbuhan tanaman terhambat.
4.
Kurangnya pengetahuan tentang
teknik budidaya yang baik guna meningkatkan produksi.
5.
Harga sayur yang murah yang
ditawarkan oleh pedagang pengumpul sayur (toke sayur), menyebabkan sulitnya
mendapatkan untung, hal ini karena tidak adanya kegiatan pasca panen guna
menambah nilai ekonomi produk.
3.4.
Analisis Data dan Informasi
Berdasarkan kondisi peninjauan dilapangan, kondisi yang
terlihat bahwa kebun produksi PT Smart Multi Usaha memiliki prospek yang bagus
dalam mengembangkan produksi sayur-sayuran, karena letaknya yang strategis
(dekat dengan perguruan tinggi negeri dan pasar), kondisi iklim yang cocok,
sarana dan prasarana yang memadai, dan tenaga kerja yang cukup.
Masalah dan kendala yang terjadi dilapangan karena
kurangnya perhatian dan pengetahuan petani tentang bagaimana mengelola kebun
produksinya. Ketidak aktifan fungsi manajerial PT Smart Multi Usaha menjadi
salah satu faktor produksi sayur di kebun tersebut menurun, harga sayur menjadi
murah, kurang modal untuk perawatan shading net dan kegiatan budidaya.
IV.
KEADAAN UMUM
4.1.
Kondisi Umum PT. Smart Multi Usaha
PT. Smart Multi Usaha merupakan perusahaan yang
bergerak di bidang budidaya sayuran dataran rendah seperti sawi, bayam,
kangkung, dan terkadang juga menanam tanaman pangan seperti jagung dan sorgum.
Kantor PT. Smart Multi usaha terletak di
jalan Delima kelurahan simpang baru, kecamatan tampan-Panam Pekanbaru Riau,
sedangkan kebun produksi terletak dikawasan Fakultas Pertanian Universitas Riau
seluas ± 4
Ha yang dikelola oleh 3
petani, dimana dalam 1 ha dikelola oleh 1 orang petani yang bertanggung jawab mengelola 4 Shadding net, masing-masing
shadding net seluas ¼ ha.
Awalnya PT. Smart Multi Usaha aktif sepenuhnya dalam
menjalankan fungsi manajerialnya sebagai PT yang mensuplai sayur-sayuran di
kawasan Pasar Pekanbaru, namun sekarang PT ini kurang berfungsi dengan baik
dikarenakan adanya beberapa hal. Kebun produksi sekarang dikelola sendiri oleh
petani yang masih bertahan di kebun produksi tersebut, mulai dari modal,
budidaya dan pemasaran dilakukan sendiri sebagai sumber penghasilan sehari-hari.
Berdasarkan peninjauan dilapangan, teknologi
budidaya yang dilakukan petani sudah cukup maju, pengolahan tanah sudah
menggunakan traktor, melakukan pemupukan dasar dan susulan, serta melakukan
pengendalian hama penyakit dalam melakukan budidaya guna meningkatkan
produksinya. Namun, permasalahan yang dialami petani yaitu kurang efektifnya
penggunaan pupuk dan pestisida yang diberikan, produksinya masih rendah
meskipun input yang diberikan sudah maksimal.
Teknik pemasaran yang kurang terorganisir
menyebabkan nilai ekonomi produk sayur yang dihasilkan menjadi rendah,
pemasaran yang dilakukan petani masih melalui pedagang pengumpul sayur (toke
sayur) sehingga harga sayur rendah yang menyebabkan pemasukan sedikit. Suatu
ketika petani mengalami gagal panen akibat cuaca yang tidak menentu menyebabkan
petani rugi dan tidak ada pemasukan. Keterbatasan modal dan ilmu pengetahuan
serta kurangnya penyuluhan kepada petani menyebabkan produksi sayur sulit
ditingkatkan.
4.2. Letak
Georgafis dan Peta Kebun
PT.
Smart Multi Usaha terletak di provinsi Riau, dimana Topografi Provinsi Riau
merupakan daerah dataran rendah dan agak bergelombang dengan ketinggian pada
beberapa kota yang terdapat di wilayah Propinsi Riau antara 2091 m diatas
permukaan laut.
PT.
Smart Multi Usaha terletak dilingkungan Fakultas Pertanian Universitas Riau,
adapun lokasi kebun produksi PT. Smart Multi Usaha dapat dilihat pada peta
Universitas Riau berikut ini:
Gambar
1. Lokasi PT. Smart Multi Usaha di lingkungan Universitas Riau
Kondisi peta kebun dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 2. Peta kebun PT. Smart Multi Usaha
4.3. Keadaan
Iklim dan Tanah
Daerah Riau
beriklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 2000-3000 mm
per tahun yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan. Berdasarkan data
dari Stasiun Meteorologi Simpang Tiga, suhu udara rata-rata di Kota Pekanbaru
tahun 2005 menunjukkan 27,4
oC dengan suhu maksimum 32,5
oC dan suhu minimum 23,2
oC.
Sebagian besar
tanah daratan Provinsi Riau terdiri dari daratan yang terjadi dari formasi
Alluvium (endapan). Di Provinsi Riau terdapat empat jenis tanah, yaitu jenis
tanah Organosol Glei Humus, Padsolik Merah Kuning dari Alluvium, Padsolik Merah
Kuning dari batuan endapan, dan Padsolik Merah Kuning dari batuan endapan dan
batuan beku. Jenis-jenis tanah tersebut didapati di daerah-daerah sepanjang
pantai sampai dengan pertengahan daratan yang berformasi sebagai daratan muda
tidak bergunung-gunung.
4.4. Luas
Areal dan Tata Guna Lahan
Luas areal PT. Smart Multi Usaha ± 4 ha yang terdiri
dari 3 ha dibangun shading untuk produksi sayur dan 1 ha untuk budidaya tanaman
pangan dan tanaman lain di luar shading net.
4.5. Keadaan
Tanaman dan Produksi
PT. Smart Multi Usaha memproduksi tanaman sayuran,
berdasarkan pengamatan dilapangan, sayuran yang diproduksi terdiri atas tanaman
sayur daun (sawi, kangkung, bayam, selada, raja-raja), tanaman sayur buah
(cabai, terong, mentimun) dan tanaman pangan (jagung). Untuk tanaman sayur daun
yang paling dominan dibudidayakan yaitu sawi yang ditanam di dalam shading net.
Beberapa tanaman ditanam di luar shading net yaitu di kebun tanaman pangan dan
disekitar shading net yang lahannya masih kosong.
Keadaan
tanaman yang dibudidayakan petani di kebun produksi PT. Smart Multi Usaha
pertumbuhannya kurang bagus, terlihat kurang terawat (gulma tumbuh lebih tinggi
daripada tanaman utama), terlihat banyak gejala serangan hama dan penyakit.
Produksi yang diperoleh petani dari hasil budidaya, berdasarkan hasil wawancara
petani tidak banyak mendapatkan untung dan terkadang hanya balik modal saja.
Hal ini dikarenakan petani kekurangan tenaga kerja, walaupun ada petani tidak
sanggup membayar tenaga kerja.
4.6. Struktur
Organisasi dan Ketenagakerjaan
PT.
Smart Multi Usaha sekarang tidak aktif lagi, kegiatan yang ada di kebun
produksi sepenuhnya di kerjakan oleh petani. Adapun struktur organisasi yang
didapat dilapangan yaitu sebagai berikut:
Struktur Organisasi PT.
Smart Multi Usaha
V.
PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA PROFESI (PKP)
5.1. Aspek
Teknis
5.1.1.
Persiapan
dan Pengolahan Lahan
Persiapan
lahan yang dilakukan dengan
menyiangi gulma yang tumbuh, secara manual dan menggunakan alat berupa sabit
dan cangkul. Gulma yang telah di cabut di kumpulkan dan dikeluarkan dari dalam
shading net. Setelah lahan bersih dari gulma, lahan dibajak menggunakan traktor
rotari (karena tanah tidak tidak terlalu keras), bajak rotary berfungsi untuk
membalik tanah dan menggemburkan tanah. Fungsi dari pengolahan tanah ini agar
sifat fisika dan kimia tanah baik, drainase tanah baik, tanah menjadi gembur,
bebas hama penyakit, sehingga mendukung untuk pertumbuhan tanaman secara
optimal. Luas lahan yang diolah yaitu setengah dari luas shading net yaitu 125
m2.
Setelah
lahan dibajak dan gembur, selanjutnya lahan di buat bedengan dengan ukuran lebar
1 m, panjang 25 m, tinggi 30 cm, lebar drainase 20 cm, dan panjang drainase di
sesuaikan dengan panjang bedengan. Pembuatan bedengan dilakukan dengan
menggunkan cangkul dan garu.
5.1.2.
Pembibitan
Pembimbitan
dilakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan bibit sawi yang pertumbuhannya baik
yaitu bentuk bibit sempurna, pertumbuhan subur, dan bebas serangan hama dan
penyakit. Pembimbitan dilakukan 2 minggu sebelum persiapan lahan tanam.
Pembimbitan dapat dilakukan di dalam seed bag atau di bedengan dengan syarat
intensitas cahaya matahari rendah (diberi naungan).
Pembimbitan
yang dilakukan saat PKP ini yaitu di bedengan dengan luasan 25 m2 di
dalam shading net 1 hari setelah pembersihan lahan. Bedengan ditabur pupuk
kandang sebanyak 2 karung atau setara dengan 40 kg. Benih di tabur di atas
bedengan secara langsung atau dengan mencampur terlebih dahulu benih dengan abu
atau pasir dengan perbandingan 1 : 2, tujuannya agar sebaran benih merata.
Setelah umur 12 hari, bibit dapat dipindahkan/dijarangkan ke bedengan yang
baru.
5.1.3.
Pemupukan
Dasar
Pemupukan
dasar dilakukan dnegan tujuan untuk menyediakan unsur hara untuk pertumbuhan
tanaman diawal penanaman. Pemupukan dasar dilakukan 3 hari setelah pengolahan
tanah dengan menggunakan pupuk kandang sebanyak 40 kg/25 m2 (2
karung per bedengan). Pemupukan dasar dilakukan dengan cara menabur pupuk di
atas bedengan kemudian mengaduknya dengan tanah sampai rata dengan menggunkan
cangkul atau garu, selanjutnya di biarkan selama 1 minggu agar pupuk
terdekomposisi dan tersedia bagi tanaman setelah tanaman di tanam.
5.1.4.
Penanaman/Penjarangan
Sawi
Pemindahan
bibit sawi ke bedengan setelah benih berumur 12 hari atau sekitar 2 minggu.
Penanaman di bedengan dilakukan dengan mencabut bibit sawi secara hati-hati
agar akar tidak putus kemudian dipindahkan secara manual ke bedengan yang telah
disiapkan 1 minggu sebelumnya dengan jarak tanam 10 × 10 cm. Setelah bibit di
tanam selanjutnya bibit disiram sampai kapasitas lapang dengan menggunkan
sistem irigasi sprinkle yang sudah ada di dalam shading net.
5.1.5.
Pemeliharaan
Pemeliharaan
adalah kegiatan yang sangat penting dilakukan karena akan sangat berpengaruh
terhadap hasil yang akan didapat. Kegiatan pemeliharaan yang penting diperhatikan yaitu:
1.
Pengairan/Penyiraman.
Penyiraman
tanaman sawi dilkukan 2 kali sehari pagi dan sore apabila kondisi tidak hujan.
Penyiraman dilakukan dengan menggunkan sistem irigasi sprinkle yang sudah ada
di dalam shading net selama ± 15 menit atau kondisi tanah sampai kapasitas
lapang. Tujuan penyiraman yaitu menyediakan kebutuhan air untuk tanaman
sehingga pertumbuhan tanaman optimal.
2.
Penyiangan
Penyiangan
adalah kegiatan membersihkan/mencabut gulma yang tumbuh disekitar tanaman
dengan tujuan untuk mengurangi persaingan penyerapan unsur hara dan pemanfaatan
cahaya matahari sehingga pertumbuhan tanaman menjadi optimal.
Penyiangan
dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh di sekitar tanaman secara hati-hati
agar tidak mengganggu sistem perakaran tanaman utama, gulma yang sudah di cabut
di buang jauh dari areal pertanaman untuk menghindari berkembangnya hama dan
penyakit. Penyiangan dilakukan dengan interval 2 minggu sekali atau melihat
kondisi pertumbuhan gulma.
3.
Pemupukan
Susulan
Pemupukan
susulan merupakan kegiatan menambahkan unsur hara yang dibutuhkan tanaman guna
menunjang pertumbuhan tanaman. Pemupukan susulan dilakukan setelah tanaman
berumur 3 minggu setelah tanam atau 1 minggu sebelum panen, dengan menggunakan
pupuk anorganik berupa pupk urea, NPK atau gabungan dari keduanya. Dosis pupuk
yang digunkan yaitu ½ kg/25 m2 untuk masing-masing jenis pupuk.
Pemupukan dilakukan dengan cara di tabur secara merata ke atas tanaman yang
akan di pupuk selanjutnya disiram dengan tujuan agar tidak ada endapan pupuk
diatas daun yang akan menyebabkan terbakarnya daun dan untuk melarutkan pupuk
agar dapat diserap tanaman. Pemupukan sebaiknya dilakukan pada sore hari karena
intensitas cahaya matahari sudah berkurang sehingga penguapan pupuk yang lebih
besar dapat dihindari.
5.1.6.
Panen dan Pasca Panen.
Panen
sawi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
1.
Mencabut
seluruh tanaman beserta akarnya.
2.
Memotong
bagian pangkal batang yang berada di atas permukaan
tanah.
Umur panen sawi + 40 hari setelah tanam,
sebaiknya terlebih dahulu dilihat fisik tanaman
seperti warna, bentuk dan ukuran daun.
Sawi
yang baru di panen langsung di ikat dengan karet membentuk huruf 8 dengan
tujuan untuk menyediakan pori-pori pada ikatan sehingga tidak mudah layu,
selanjutnya dicuci bersih dengan air yang mengalir dengan tujuan merontokkan
kotoran-kotoran yang melekat pada sayur untuk menghindari gejala serangan
penyakit pasca panen. Tanaman sawi yang sudah di panen siap dijual di pasar
atau ke agen sayur. Pada kegiatan PKP ini sawi dijual ke agen pengumpul sayur
dengan harga Rp 600,00/ ikat.
5.2. Aspek
Manajerial
Manajemen (management) merupakan pencapaian sasaran- sasaran organisasi dengan cara yang efektif dan
efisien melalui perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian sumber
daya organisasi. Suatu perencanaan usaha
adalah unit kegiatan yang direncanakan dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan
sesuatu barang dan/jasa yang diinginkan.
Pengorganisasian adalah pengaturan setelah ada plan (rencana).
Dalam hal ini diatur dan ditentukan tentang apa tugas pekerjaaan, macam/jenis
serta sifat pekerjaan, unit-unit kerja (pembentukan bagian-bagian), tentang
siapa yang akan melakukan, apa alat-alatnya, bagaimana pengaturan keuangan dan
fasilitasnya dengan kata lain setelah tujuan perusahaan telah ditentukan,
perusahaan perlu merumuskan tindakan-tindakan yang akan dijalankan untuk
mewujudkan berbagai tujuan tersebut.
Setelah melakukan perencanaan (planning)
dan pengorganisasian (organizing),
maka selanjutnya adalah actuating (pengarahan). Dalam fungsi actuating manajemen akan melaksanakan
rencana yang dibuat, dibarengi dengan proses mengarahkan
dan menuntun kegiatan perusahaan menuju sasaran perusahaan, dalam menjalankan
bisnis. Di dalam actuating, tercapai
beberapa hal yang harus dipahami agar bisnis yang kita lakukan berjalan dengan
baik.
Pengendalian manajemen merupakan pengendalian yang dilakukan oleh
pihak manajemen untuk mengorganisasi bagian-bagian perusahaan dan mengarahkan
bagian-bagian tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sistem
pengendalian manajemen di artikan sebagai suatu sistem yang membantu dan
mendukung tercapainya tujuan pengendalian manajemen.
Sistem pengendalian internal adalah suatu sistem yang terdiri dari
kebijakan dan prosedur yang diterapkan untuk memastikan bahwa tujuan tertentu
suatu satuan usaha dapat dicapai. Menurut American
Institute Of Certified Public Accountants (AICPA), definisi dari sistem
pengendalian internal adalah “sistem pengendalian yang meliputi struktur
organisasi dan semua metode serta ketentuan yang terkoordinasi yang dianut oleh
perusahaan untuk melindungi harta kekayaan, serta memeriksa ketelitian dan
seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya, dapat meningkatkan efisiensi
usaha dan dapat mendorong di taatinya kebijakan perusahaan yang telah
ditetapkan”.
Unsur Sistem Pengendalian Internal
1.
Struktur organisasi.
2.
Sistem otorisasi
dan prosedur pencatatan.
3.
Praktik yang
sehat.
4.
Karyawan yang
mampu melaksanakan tugasnya.
VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Hasil
Analisis biaya produksi budidaya sawi
yang dikeluarkan petani di kebun produksi PT. Smart Multi Usaha dengan luasan
1250 m2 atau ½ shading net yaitu sebagai berikut:
Tabel 1. Analisis Biaya Produksi Sawi dengan Luasan
Lahan 1250 m2
Jenis Biaya
|
Unit
|
Luasan Lahan (M2)
|
Biaya (Rp)
|
Benih Sawi
|
7 Bks
|
1250
|
Rp 189.000,00
|
BBM Traktor
|
5 Lt
|
1250
|
Rp 30.000,00
|
Pupuk kandang
|
100 Karung
|
1250
|
Rp 1.000.000,00
|
Pupuk Urea
|
25 Kg
|
1250
|
Rp 150.000,00
|
Pupuk NPK
|
25 Kg
|
1250
|
Rp 200.000,00
|
|
|
Total =
|
RP 1.569.000,00
|
Sedangkan
pendapatan yang diperoleh petani dengan luasan 1250 m2 yaitu sebagai berikut:
Tabel
2. Pendapatan Budidaya Sawi dengan Luasan 1250 m2
Jenis Pendapatan
|
Harga satuan
|
Hasil Panen
Seluas 1250 M2
|
Pendapatan
|
Panen Sawi
|
Rp 600,00/ikat
|
3000 ikat
|
Rp 1.800.000,00
|
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan,
kondisi produksi yang dihasilkan petani masih rendah, hal ini dikarenakan
beberapa kendala diantaranya:
a.
Lahan
sudah sering ditanami sehingga unsur hara di dalam tanah selalu berkurang yang
menyebabkan produtifitas lahan menjadi rendah.
b.
Penggunaan
salah satu atau beberapa pupuk kimia yang berlebih menyebabkan unsur hara lain
yang dibutuhkan tanaman menjadi tidak tersedia.
c.
Penggunakan
pestisida kimia yang rutin menyebabkan hama menjadi resisten sehingga sulit
dikendalikan dengan pestisida yang sama.
d.
Budidaya
dengan teknik monokultur tanpa adanya pergiliran tanaman yang berbeda famili
menjadi penyebab habisnya salah satu unsur hara yang dibutuhkan tanaman
berikutnya, dan apabila tidak diimbangi dengan input unsur hara yang hilang
maka produksi akan berkurang.
e.
Pelaksanaan
pasca panen yang kurang tepat dan kurang menarik menyebabkan produk tidak tahan
simpan menyebabkan nilai ekonomi berkurang.
f.
Teknik
pemasaran yang kurang terorganisir dengan baik terkadang menyebabkan harga
sayur tidak sesuai harapan.
6.2. Pembahasan
Berdasarkan kondisi yang dialami petani
dilapangan, maka perlu adanya pemecahan masalah guna meningkatkan produksi
petani. Penyuluhan lapangan, pelatihan, serta pengabdian masyarakat yang diselenggarakan oleh dinas atau PPL sangat perlu dicanangkan guna meningkatkan
produksi petani, hal ini secara tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan
petani dan produksi sayur khususnya di Riau dapat terpenuhi tanpa perlu impor
dari daerah lain.
PKP (Praktek Kerja Profesi) yang
dilaksanakan oleh perguruan tinggi juga merupakan salah satu dari program
penyuluhan kepada petani, guna mengetahui permasalahan yang dialami petani dan
memberikan solusi dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Pemecahan masalah yang dapat diberikan
dari kondisi yang dialami petani di kebun produksi PT. Smart Multi Usaha ini
yaitu:
a.
Mengaktifkan
kembali sistem manajerial yang dahulu pernah berjalan,
atau pihak fakultas pertanian memberikan tawaran kerjasama untuk mengaktifkan
sistem manajerial yang baru.
b.
Membentuk
team teknis yang akan membimbing petani dalam melaksanakan kegiatan produksi.
c.
Memberikan
pelatihan kepada petani tentang teknologi budidaya, perlakuan pasca panen, dan
penjualan yang dapat meningkatkan penghasilan usahanya.
Inti dari peningkatan produksi pertanian
yaitu melakukan budidaya yang baik dan benar sesuai dengan komoditas yang
ditanam, pentingnya mengenal komoditas dan syarat tumbuhnya menjadi point
penting dalam keberhasilan budidaya. Maka dari itu perlu adanya data yang spesifik
mengenai potensi lahan, kondisi lahan, keadaan iklim, dan jenis komoditas yang
cocok pada lahan tersebut dan mengkajinya serta memberikan solusi dan input apa
yang seharusnya di berikan guna meningkatkan produktifitas lahan.
VII.
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari kegiatan PKP
(Praktek Kerja Profesi) di PT. Smart Multi Usaha yaitu:
a.
PT. Smart Multi Usaha mengalami
ketidakaktifan dalam menjalankan fungsi manajerialnya lagi.
b.
Petani mengelola sendiri kebun
produksi PT. Smart Multi Usaha mulai dari modal, produksi, sampai pemasaran dan
mengalami banyak kendala yang menyebabkan menurunya produksi.
c.
Perlu adanya pembenahan fungsi
manajerial di lingkungan kebun produksi PT. Smart Multi Usaha.
d.
Penyuluhan, pelatihan, serta jalinan
kerja sama dengan perguruan tinggi menjadi solusi yang tepat dalam memperbaiki
kondisi yang dialami petani dilingkungan kebun produksi PT. Smart Multi Usaha.
7.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan
yaitu dalam pelaksanaan PKP (Praktek Kerja Produksi) yang dilaksanakan oleh perguruan
tinggi sebaiknya pada saat mahasiswa tidak sedang kuliah agar pelaksanaan PKP
dapat diikuti secara maksimal dan memberikan hasil yang dapat diterima oleh
mahasiswa secara optimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2008. Klasifikasi Sawi. http;//www.plantamor.com/spcdtail.php?.
Akses 19 Juni 2012.
Anonim. 2011. Khasiat Sawi. http;//khasiatbuah.com/sawi-hijau.html.
Akses 19 Juni 2012.
Fahrudin, F. 2009. Budidaya Caisim (Brasicca
juncea L.) Menggunkan Ekstrak The dan Pupuk Kascing. Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Fransisca, S. 2009. Respon Pertumbuhan dan Produksi Sawi (Brasicca juncea L.) Terhadap Penggunaan
Pupuk Kascing dan Pupuk Cair. Skripsi USU Repository 2008.
Haryanto, W, T. Suhartini dan E. Rahayu. 2003. Sawi dan Selada edisi
revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Madita,
A. 2010. http://ambarranismadita.blogspot.com/2010/07/mengenal-jenis-jenis-tanaman-sayuran.html.
Diakses 8 Juni 2012.
Rukmana, R. 2007. Bertanam Petsai dan Sawi. Kasinius. Yogyakarta.
Sitompul, S, M dan Guritno, B. 1995. Analisi Pertumbuhan Tanaman.
UGM-Press. Yogyakarta.
Sunarjono, H, H. 2007. Bertanam 30 jenis Sayur. Penebar Swadaya.
Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar
Kritik dan saran sangat diharapkan