Pages

 

Rabu, 03 April 2013

Contoh Cerpen (Latihan Menulis)

0 komentar
Diposkan oleh FLP-Riau di 6:22 PM 0 komentar

Oleh : Risah Azzahra

Mata Hasna masih berlari kian kemari menelusuri daftar nama-nama yang ada di papan pangumuman. Sejak lima belas menit yang lalu ia berada di depan papan ini. berulangkali, mengurutkan daftar nama itu dari atas sampai ke bawah, lalu mengulang kembali dari bawah hingga ke atas. Namun nama Hasna Rufaidah tetap tak ditemukannya di deretan nama-nama penerima beasiswa tahun ini.
Hasna tak sendiri, ia merupakan satu dari ratusan mahasiswa yang kecewa karena telah pontang-panting mengurus segala berkas-berkasnya, namun tak berhasil mendapatkan beasiswa. Sejak tahun pertama kuliah sebenarnya ia mendapatkan beasiswa selama satu semester, namun untuk semester berikutnya, ia kehilangan beasiswa itu setelah diadakan seleksi ulang. Entah apa penyebabnya beasiswa itu putus di tengah jalan. Padal jika di lihat dari indeks prestasi komulatifnya (IPK), tentu saja terus mengalami kenaikan. Untung saja ia masih bisa terus bekerja di kedai Ibu Incun, pemilik kantin di samping kampusnya. Sehingga ia masih bisa terus menabung untuk membayar SPP yang tidak murah.
Hasna membalikkan badan dari papan pengumuman yang mengecewakan. Ia melangkah perlahan, berniat kembali ke kedai Ibu Incun. Melepas keinginan mendapatkan biaya kuliah dari kampus dan terus bekerja keras.
*****
“Mie Ayam lima ya! Nggak pake sayur.” Teriak salah satu pengunjung kantin yang datang bersama keempat temannya. Terdengar tawa cekikikan membuat mata pegunjung kantin lainnya beralih ke meja itu. Hasna sibuk menyiapkan mangkuk-mangkuk yang akan dituangkan kuah panas.
“Kalian mau minum apa? Tenang, kali ini aku yang traktir. Hahaha.” Mata Hasna melirik kearah pemilik suara. Wah, itu kan Rindy, teman sekelasnya di kampus. Mereka memang tidak dekat, tapi setidaknya saling kenal. Hasna mulai memasang kuping semaksimal mungkin.
“Beruntung betul lah lah kau ni, Rindy. Beasiswa cair terus! Aku sudah berulang kali ikut antri mengurus berkas, tak juga jebol. Macam mana pula sistemnya.” Itu suara Dila yang berlogat batak.
“Makanya, jangan asal mengurus berkas, kita juga harus punya kenalan yang bekerja disana. Biar mudah pengurusannya dan beasiswa bisa dirangkul. Itu namanya pakai orang dalam.” Jelas Dian sambil menaikkan gagang kacamatanya.
“Apa? Celana dalam?” kali ini kuping Dila bermasalah lagi.
“Orang dalam dodol!” sergah Yuli. “Kalau kita punya orang dalam, tak lengkap pun berkas, bisa dapat beasiswa tu! Asal pandai-pandai lah kau. Kalau cair nanti tinggal kau isikan saja pulsa seratus ribu ke nomor nya.”
“Ah, sedap betul lah tu. Sayangnya aku tak punya kenalan disana.” Kata Dila sambil memilin-milin mie ayam dalam mangkuknya. Hasna menarik napas sesak dari dapur.
*****
Ruangan ini ramai, penuh sesak. Sama dengan pemiliknya. Mata Hasna dari tadi mencari-cari berkas yang bertumpuk di meja yang saat ini di kerumuni puluhan orang. mereka sama-sama mencari apakah berkas yang mereka ajukan kemaren sudah di tandatangani oleh PD III (Pembantu Dekan III) yang memang sangat susah di temui.
Ketika semua berkasnya telah lengkap, Hasna pun menyerahkan ke kasubag mahasiswa yang mengurus beasiswa. Disana pun sama ramainya. Setelah menyerahkan berkasnya, Hasna keluar berniat kembali ke kedai Ibu Incun.
“Eh.. Hasna, apa kabar?” sapa salah seorang wanita cantik dengan rambut yang di blow berwarna kemerahan tiba-tiba mengamit tangan Hasna. Kening Hasna berkerut dalam beberapa detik dan langsung tersenyum ketika ia mengenal siapa gadis manis didepannya ini.
“Oalaaahh… Ifaaa… kemana aja baru keliatan? Kamu kuliah disini juga? Jurusan apa?” tanya Hasna yang langsung memberondong temannya dengan pertanyaan. Jabat tangan mereka masih belum lepas sampai seorang pria berkacamata menunjuk jarinya keluar, seolah mengatakan, Kalau mau reuni di luar! Ini kantor! Hasna dan Ifa tertawa cekikikan. Mereka berusaha mencari jalan keluar dari kerumunan orang di kantor sempit itu.
“Jadi setelah lulus kamu langsung ke Jakarta? Tanya Hasna bersemangat. Saat ini mereka sedang minum Cappucino Cincau di meja sebuah kantin.
“Iya, aku cuma bertahan sampai semester 2, dan mengambil jurusan baru disini. Jadi aku adik tingkatmua sekarang, Na. hahaha.” Ifa tertawa di buat-buat dan kembali membuat kening Hasna berkerut keheranan. Hasna menyeruput isi gelasnya dan kemudian mengarahkan matanya serius kearah Ifa.
“Lho? kenapa pindah jurusan? jadi rugi dong kamu setahun?” Hasna bertanya penasaran.
“Im… sebenernya aku malas membahas cerita ini lagi. Tapi karena kamu teman terbaikku semasa sekolah, akan ku ceritakan. Tapi kau harus janji, jangan bilang siapa-siapa” kata Ifa sambil menirukan lagu yang berjudul jangan bilang-bilang.
“Iya..iya.. aku janji” jawab Hasna sambil mengangkat telunjuk dan jari tengah. “Aku kan nggak ember kayak kamu, Fa.” Lanjut Hasna sambil menjulurkan lidah. Ifa tersenyum dan mulai bercerita.
“Waktu di Jakarta aku kan tinggal di apartement tanteku yang sekarang di luar negri. Jadi disana aku makan, tidur, ngerjain tugas dan berangkat ke kampus sendiri. Di dekat apartement ku juga ada SPA nya loh. Dan sering ada diskon disana. Setiap minggu aku sellau luluran disana loh, Na. hihihi.”
“Ih.. kok malah nyeritain apartement. Yang aku mau tau, kenapa kamu pindah ke sini lagi. Ada apa di Jakarta.” Tanya Hasna sewot.
Ifa semakin senang melihat wajah kusut Hasna. Ia sengaja mengulur-ngulur cerita membuat Hasna penasaran.
“kamu mau tau ada apa di Jakarta?” Ifa bertanya balik. “Disana ada banyak hal menyenangkan yang bisa kita lakukan. Menikmati masa muda gitu loh. Nah, waktu Papa aku ke sana, aku lagi ngadain party di apartment ku. Abis teman-temen yang lain maksa mau pake apartementku buat ngadain Party. Eh, ternyata mereka kelewatan. Bawa minuman keras dan obat. Jadi waktu Papa datang, banyak temenku yang lagi teler.” Cerita Ifa dengan santai.
“Terus kamu lagi dimana?”
“Aku dikamar aja kok sama si Andi. Nyariin baju ganti yang cocok sama dia, soalnya andi baru datang dan bajunya basah karena malam itu hujan lebat banget. Pas banget papa masuk waktu andi lagi nggak pake baju. Ya gitu deh. Besoknya aku langsung di bawa pulang.” Air wajah Ifa tetap tak berubah, tak ada nada kekecewaan disana.
“Jadi siapa yang mengurus surat kepindahanmu?” Hasna masih tidak habis pikir.
“Temen Papa ku. Lagian aku kalau aku lanjut disana mungkin semester ini aku udah dapet SP. karena IPK ku nggak sampe 2.00. hahaha” Ifa tertawa lagi seolah yang diceritakannya barusan adalah hal lucu.
“Jadi tadi kamu ngapai ke Biro Fakultas?”
“Aku mau tanda tangan amprah penerima beasiswa. Kamu dapet nggak? Kamu kan pinter, Na. aku sih karena ada sepupu Mama yang kerja di biro jadi bisa masukin namaku ke daftar penerima BS tahun ini. lumayan, buat beli I-Pad baru. Hehe” Ifa bercerita tanpa merasa bersalah. Hasna menarik napas berat.
*****
Hari ini pengumuman seleksi beasiswa yang diikuti Hasna kemaren. Hasna sibuk mencari-cari namanya di papan penguman. Dalam 2 menit ia menemukan nama Hasna Rufaidah. Hasna meloncat-loncat senang, namun matanya yang dilapis kacamata Minus kembali terpaku pada deretan NIM (No Induk Mahasiswa) yang ternyata bukan miliknya. Buru-buru ia mengecek Fakultas dan ternyata juga bukan miliknya. Ah, betapa banyak nama Hasna Rufaidah, kenapa harus kali ini ia menemukannya. Harapannya kembali kosong. Beasiswa itu memang tak kan pernah bisa ia dapatkan.
*****

Biodata penulis :
Risah Azzahra adalah Nama pena dari Haritsah Salim. Semester 7 di PGSD FKIP UNRI. Beberapa kali memenangkan lomba menulis cerpen. Saat ini aktif di Kajian sastra dan budaya FLP Pekanbaru, dan Sekolah Menulis Online Writing Revolution.

0 komentar:

Posting Komentar

Kritik dan saran sangat diharapkan

 
Zona Inspiratif © 2018