BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kedelai merupakan komoditi tanaman
pangan yang penting artinya. Sebagai bahan makanan, kedelai banyak mengandung
protein, lemak dan vitamin serta unsur mineral lainnya. Selain itu, kedelai
merupakan bahan baku makanan yang bergizi seperti tahu dan tempe. Hampir semua
lapisan masyarakat menyukai makanan yang terbuat dari kedelai. Bagi petani,
tanaman ini penting untuk menambah pendapatan karena segera dapat dijual dan
harganya tinggi. Kebutuhan masyarakat akan kedelai setiap tahun terus meningkat
baik untuk bahan makanan, keperluan industri maupun untuk bahan makanan ternak.
Kebutuhan kedelai dalam negeri tidak seimbang dengan produksinya, sehingga
untuk mengatasi hal tersebut Indonesia perlu mengimpor kedelai sekitar 1 juta ton
setiap tahunya (BPS, 2009).
Kendala peningkatan produksi
kedelai dalam negeri saat ini semakin beragam. Konversi lahan pertanian
menjadi lahan non pertanian mempengaruhi luas areal pertanaman kedelai secara
nasional. Perluasan areal pertanaman kedelai masih dimungkinkan, yaitu
dengan memanfaatkan tanah-tanah marjinal yang masih tersedia cukup luas,
seperti lahan rawa pasang surut. Tanaman ini dapat diusahakan di lahan rawa pasang
surut. Hasilnya cukup memadai, namun cara mengusahakannya berbeda daripada di
lahan sawah irigasi dan lahan kering. Tanaman ini tidak tahan genangan. Oleh
sebab itu, tidak dianjurkan menanam kedelai di lahan pasang surut yang bertipe
luapan air A yang selalu terluapi baik saat pasang besar maupun pasang kecil.
Terbatasnya pemanfaatan lahan
pasang surut sebagai lahan pertanian
karena adanya faktor-faktor pembatas pertumbuhan tanaman, terutama pH dan
kandungan hara yang rendah (Munir, 1996), sehingga untuk meningkatkan
produktivitas tanaman pada kondisi lahan demikian, diperlukan upaya antara lain
penanaman varietas unggul yang toleran terhadap kemasaman tanah dan penggunaan
amelioran sebagai bahan pembenah tanah serta pemupukan.
1.2
Tujuan
Tujuannya adalah untuk mengetahui
pengaruh pemberian amelioran pada lahan pasang surut terhadap produksi kedelai.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Kedelai (Glycine max (L.) Merill)
2.1.1
Sejarah
Singkat dan Klasifikasi Kedelai
Kedelai merupakan tanaman pangan
berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine
ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang
(Glycine max (L) Merril). Berasal dari
daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, yang dibudidayakan mulai abad
ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke
Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria:
Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika.
Klasifikasi kedelai, Kerajaan :
Plantae; Filum: Magnoliophyta; Kelas: Magnoliopsida; Ordo: Fabales; Famili:
Fabaceae; Upafamili: Faboideae; Genus: Glycine L. Merr; Spesies: Glycine max, Glycine soja.
2.1.2 Morfologi
Tanaman Kedelai
Tanaman kedelai umumnya tumbuh
tegak, berbentuk semak, dan merupakan
tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong,
dan biji sehingga pertumbuhannya
bisa optimal.
1. Akar
Tanaman kedelai mempunyai akar
tunggang yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal)
tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembapan tanah turun, akar akan
berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap unsur hara dan air. Pertumbuhan
ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain
berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun
unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil
akar. Bintil akar tersebut berupa koloni
dari bakteri
pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum
yang bersimbiosis
secara mutualis dengan kedelai. Pada tanah yang telah mengandung bakteri ini,
bintil akar mulai terbentuk sekitar 15 – 20 hari setelah tanam. Bakteri bintil
akar dapat mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N2
yang kemudian dapat digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi menjadi nitrat
(NO3).
Perkembangan akar kedelai sangat
dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia
tanah, jenis tanah, cara pengolahan lahan, kecukupan unsur hara, serta ketersediaan air di dalam tanah. Pertumbuhan
akar tunggang dapat mencapai
panjang sekitar 2 m atau lebih pada kondisi yang optimal, namun demikian, umumnya akar tunggang hanya tumbuh pada kedalaman lapisan tanah olahan yang tidak terlalu
dalam, sekitar 30-50 cm.
Sementara akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman tanah sekitar 20-30 cm. Akar serabut ini mula-mula tumbuh di dekat
ujung akar tunggang,
sekitar 3-4 hari setelah berkecambah dan akan semakin bertambah banyak dengan pembentukan akar-akar muda
yang lain.
2. Batang dan cabang
Kedelai berbatang memiliki tinggi
30–100 cm. Batang dapat membentuk 3 – 6 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman
rapat, cabang menjadi berkurang, atau tidak bercabang sama sekali. Tipe
pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak
terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate).
Tipe terbatas memiliki ciri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan
meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan
batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe
tidak terbatas memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan
tumbuhan terus tumbuh. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang
lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik
antara kedua tipe lainnya.
Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang
yang tidak tumbuh lagi
pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang
tanaman masih bisa tumbuh daun,
walaupun tanaman sudah mulai berbunga. Disamping itu, ada varietas hasil persilangan yang mempunyai tipe
batang mirip keduanya sehingga
dikategorikan sebagai semi-determinate atau semiindeterminate. Jumlah buku pada batang tanaman dipengaruhi oleh
tipe tumbuh batang
dan periode panjang penyinaran pada siang hari.
Pada kondisi normal, jumlah buku berkisar 15-30 buah. Jumlah buku
batang indeterminate umumnya
lebih banyak dibandingkan batang determinate. Cabang akan muncul di batang tanaman. Jumlah cabang
tergantung dari
varietas dan kondisi tanah, tetapi ada juga varietas kedelai yang tidak bercabang. Jumlah batang bisa menjadi sedikit bila
penanaman dirapatkan
dari 250.000 tanaman/hektar menjadi 500.000 tanaman/hektar.
3. Daun
Pada buku (nodus) pertama
tanaman yang tumbuh dari biji terbentuk sepasang daun tunggal. Selanjutnya,
pada semua buku di atasnya terbentuk daun majemuk selalu dengan tiga helai.
Helai daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga mempunyai tangkai
agak panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau.
Permukaan daun berbulu halus (trichoma) pada kedua sisi. Tunas atau bunga akan
muncul pada ketiak tangkai daun majemuk. Setelah tua, daun menguning dan gugur,
mulai dari daun yang menempel di bagian bawah batang.
Tanaman kedelai mempunyai dua
bentuk daun yang dominan, yaitu stadia
kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai
tiga (trifoliate leaves) yang
tumbuh selepas masa pertumbuhan. Umumnya,
bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi
oleh faktor genetik.
4. Bunga
Bunga kedelai termasuk bunga
sempurna yaitu setiap bunga mempunyai alat jantan dan alat betina. Bunga
terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga
dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna.
Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong. Sebagian besar kedelai mulai
berbunga pada umur antara 5-7 minggu.
Tanaman kedelai termasuk peka
terhadap perbedaan panjang hari, khususnya saat pembentukan bunga. Bunga
kedelai menyerupai kupu-kupu. Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai
daun yang diberi nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun
sangat beragam, antara 2-25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan
varietas kedelai. Bunga pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima,
keenam, atau pada buku yang lebih tinggi.
Pembentukan bunga juga dipengaruhi
oleh suhu dan kelembaban. Pada suhu tinggi dan kelembaban rendah, jumlah sinar
matahari yang jatuh pada ketiak tangkai daun lebih banyak. Hal ini akan
merangsang pembentukan bunga. Setiap ketiak tangkai daun yang mempunyai kuncup
bunga dan dapat berkembang menjadi polong disebut sebagai buku subur. Tidak
setiap kuncup bunga dapat tumbuh menjadi polong, hanya berkisar 20 - 80%.
Jumlah bunga yang rontok tidak dapat membentuk polong yang cukup besar.
5. Polong dan biji
Polong kedelai pertama kali
terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong
muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun
sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman,
jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan
pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses
pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat
awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna
polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak.
Biji kedelai berkeping dua,
terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak
di antara keping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, coklat. Pusar
biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada dinding buah. Bentuk biji
kedelai umumnya bulat lonjong tetapi ada pula yang bundar atau bulat agak
pipih.
2.1.3
Persyaratan Tumbuh
1. Faktor Iklim
Faktor iklim yang menentukan
pertumbuhan tanaman kedelai adalah: lama dan intensitas sinar matahari (panjang
hari), suhu, kelembaban udara dan curah hujan. Kemampuan adaptasi kedelai
terhadap keragaman faktor iklim tersebut sebenarnya sangat luas, namun “kondisi
iklim” yang sesuai perlu diidentifikasi (Sumarno dan A.G.Manshuri,2007).
2. Panjang Hari
(Lama Penyinaran)
Kedelai tergolong tanaman hari
pendek, yaitu tidak mampu berbunga bila
panjang hari (lama penyinaran) melebihi
16 jam, dan mempercepat pembungaan bila lama penyinaran kurang dari 12
jam. Tanaman hari pendek pada kedelai
bermakna bahwa hari (panjang
penyinaran) yang semakin pendek akan
merang bahwa hari (panjang
penyinaran) yang semakin pendek akan
merangsang pembungaan lebih
cepat.
3. Suhu
Suhu siang hari yang agak
panas dan suhu malam hari yang
agak dingin sangat
menguntungkan bagi pertumbuhan kedelai, karena adanya pengurangan laju
respirasi pada malam hari yang mengurangi
perombakan senyawa C. Akumulasi
bahan kering akan menurun bila suhu naik di atas 300C, karena adanya
penurunan net-photosinthesis. Bila suhu lingkungan sekitar 400C
pada masa tanaman berbunga,akan menyebabkan bunga tersebut rontok sehingga
jumlah polong dan biji kedelai yang terbentuk menjadi berkurang. Suhu yang terlalu rendah (100C),
seperti pada daerah subtropik, dapat menghambat proses pembungaan dan
pembentukan polong kedelai.
2.2
Lahan
Pasang Surut
Lahan pasang surut merupakan suatu
lahan yang terletak pada zone/wilayah sekitar pantai yang ditandai dengan
adanya pengaruh langsung limpasan air dari pasang surutnya air laut atau pun
hanya berpengaruh pada muka air tanah. Sebagian besar jenis tanah pada lahan
rawa pasang surut terdiri dari tanah gambut dan tanah sulfat masam. Kedua jenis
tanah ini merupakan ekosistem yang marginal.
Lahan pasang surut dibagi menjadi empat golongan
menurut tipe luapan air pasang, yaitu Tipe A, lahan terluapi oleh pasang
besar (pada waktu bulan purnama maupun bulan mati), maupun oleh pasang kecil
(pada waktu bulan separuh). Tipe B, lahan terluapi hanya oleh pasang besar
saja. Tipe C, lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil,
namun permukaan air tanahnya cukup dangkal, yaitu kurang dari 50 cm. Tipe D,
lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, namun permukaan
air tanahnya dalam, lebih dari 50 cm. Oleh sebab itu,
tidak dianjurkan menanam kedelai di lahan pasang surut yang bertipe luapan air
A yang selalu terluapi baik saat pasang besar maupun pasang kecil.
Lahan pasang surut berbeda dengan
lahan irigasi atau lahan kering yang sudah dikenal masyarakat. Perbedaannya
menyangkut kesuburan tanah, sumber air tersedia, dan teknik pengelolaannya.
Lahan ini tersedia sangat luas dan dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian.
Hasil yang diperoleh sangat tergantung kepada cara pengelolaannya. Untuk itu,
petani perlu memahami sifat dan kondisi tanah dan air di lahan pasang surut.
Sifat tanah dan air yang perlu
dipahami di lahan pasang surut ini berkaitan dengan: tanah sulfat masam dengan
senyawa piritnya, tanah gambut, air pasang besar dan kecil, kedalaman air
tanah, kemasaman air yang menggenangi lahan. Pengelolaan tanah dan air ini
merupakan kunci keberhasilan usahatani. Dengan upaya yang sungguhsungguh, lahan
pasang surut ini dapat bermanfaat bagi petani dan masyarakat luas. Sifat Lahan
Pasang surut:
a) Mengandung
Pirit
Pirit adalah zat yang hanya
ditemukan di tanah di daerah pasang surut saja. Zat ini dibentuk pada waktu
lahan digenangi oleh air laut yang masuk pada musim kemarau. Pada saat kondisi
lahan basah atau tergenang, pirit tidak berbahaya bagi tanaman. Akan tetapi,
bila terkena udara (teroksidasi), pirit berubah bentuk menjadi zat besi dan zat
asam belerang yang dapat meracuni tanaman.
b) Lahan
Gambut
Gambut adalah tanah yang terdiri
dari sisa-sisa tanaman yang telah busuk. Dalam keadaan basah, gambut itu
seperti bubur. Gambut yang masih baru mengandung banyak serat-serat dan bekas
kayu tanaman. Tanah gambut kurang subur, sehingga hasil tanaman rendah. Di
samping tanahnya asam, air tanahnya juga asam. Jika pirit dalam lapisan tanah
mineral di bawah gambut terkena udara, maka air dapat menjadi lebih asam lagi.
2.3
Amelioran
Bahan amelioran adalah bahan yang
mampu memperbaiki atau membenahi kondisi fisik dan kesuburan tanah. Amelioran
adalah bahan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia.
Kriteria amelioran yang baik bagi lahan rawa pasang surut adalah memiliki
kejenuhan basa (KB) yang tinggi, mampu meningkatkan derajat pH secara nyata, mampu memperbaiki
struktur tanah, memiliki kandungan unsur hara yang lengkap, dan mampu mengusir senyawa beracun terutama
asam-asam organik. Amelioran dapat
berupa bahan organik maupun anorganik. Beberapa bahan amelioran yang sering digunakan
adalah kapur, tanah mineral, pupuk kandang, kompos dan abu.
Pemberian bahan
amelioran seperti pupuk organik, tanah mineral, zeolit, dolomit, fosfat alam, pupuk kandang, kapur
pertanian, abu sekam, purun tikus (Eleocharis dulcis) dapat meningkatkan pH tanah dan basa-basa tanah (Subiksa et al.,
1997; Mario, 2002; Salampak, 1999).
Penambahan bahan-bahan amelioran yang banyak mengandung kation polivalen juga dapat mengurangi pengaruh buruk asam-asam
organik beracun.
BAB
III
ISI
3.1 Potensi dan
Permasalahan Lahan Pasang Surut
Lahan pasang surut merupakan salah
satu alternatif untuk pengembangan pertanian. Luas lahan pasang surut di
Indonesia sekitar 20,1 juta hektar, dan sekitar 9,53 juta hektar berpotensi
untuk dijadikan lahan pertanian. Lahan pasang surut yang mempunyai potensi
tinggi untuk ditanami kedelai seluas 2,08 juta ha, sedangkan yang berpotensi
sedang seluas 1,33 juta ha.
Permasalahan pengembangan kedelai di lahan pasang
surut adalah tingginya kadar pirit yang menyebabkan rendahnya pH tanah pada
saat kondisi teroksidasi. Kadar pirit yang tinggi menyebabkan produktivitas
kedelai di lahan pasang surut masih rendah hanya sekitar 800 kg/ ha. Rendahnya
produktivitas tanaman di lahan pasang surut disebabkan oleh tingginya kemasaman
tanah, kelarutan unsur Fe, Al dan Mn serta rendahnya ketersediaan unsur hara
terutama P dan K. Oleh karena itu perlu adanya usaha penurunan kadar
pirit dan penambahan hara makro untuk meningkatkan produktivitas kedelai di
lahan pasang surut.
Hasil penelitian Lubis et al. (1993)
menunjukkan bahwa pemberian abu
jerami dan abu kayu karet pada
tanah gambut ternyata dapat meningkatkan pH
tanah dibanding dengan kontrol masingmasing mencapai
pH 5,8 dengan dosis 300 mL per pot.
Hasil penelitian Farmadi (1994) memberikan abu
serbuk gergaji kayu dengan dosis 20 ton ha-1 pada
tanah gambut mampu menaikan pH bila dibandingkan dengan
perlakuan kontrol. Pada dosis tersebut
juga dicapai P tertinggi yaitu 294,33 ppm. Penelitian
Farmadi (1994) juga menunjukkan pengaruh yang
nyata terhadap tanaman pada umur 1 dan
3 minggu.
3.2 Penataan
Lahan dan Pengolahan Tanah
Kedelai yang dibudidayakan pada
lahan pasang surut dapat ditanam pada lahan yang ditata dengan sistem surjan dan tegalan.
1.
Sistem surjan
·
Pada musim hujan,
kedelai ditanam di guludan.
·
Pada musim kemarau,
kedelai dapat ditanam di guludan dan
tabukan.
2.
Sistem tegalan
·
Untuk dapat ditanami
kedelai, lahan perlu dilengkapi dengan saluran cacing (kemalir).
3.3 Budidaya
Kedelai di Lahan Pasang Surut
3.3.1 Pengolahan
Tanah
Pengolahan
tanah pada lahan pasang surut bertujuan untuk:
·
mengatur pemanfaatan
sumber daya lahan secara optimal
·
mendapatkan hasil
maksimal
·
mempertahankan
kelestarian sumber daya lahan
Langkah
tersebut ditujukan untuk penguasaan air yang diarahkan untuk:
·
memanfaatkan air pasang
untuk pengairan
·
mencegah akumulasi
garam yang dapat mengganggu pertanaman
·
mencuci zat-zat beracun
·
mengatur tinggi
genangan untuk persawahan
·
mempertahankan
permukaan air tanah tetap di atas lapisan pirit
·
menghindari kematian
gambut atau kering tak balik
·
mencegah penurunan
permukaan tanah yang terlalu cepat di lahan gambut
sedangkan tujuan dari pengolahan
tanah dalam budidaya adalah untuk membuat tanah jadi gembur dan membersihkan lahan dari rumputrumputan, kayu, dan lain-lain. Di lahan pasang
surut, sewaktu pengolahan tanah
perlu memperhatikan kedalaman
lapisan pirit. Lapisan yang beracun ini tidak boleh terangkat ke permukaan tanah karena dapat meracuni tanaman.
·
Alat yang digunakan
untuk mengolah tanah: cangkul, bajak
ditarik sapi/kerbau atau traktor, pengolahan tanah dilakukan secara sempurna (dua kali).
·
Kedalaman pengolahan
tanah di lahan potensial dan sulfat
masam sekitar 20 cm.
·
Di lahan gambut,
kedalaman pengolahan tanah sekitar 10 cm tanpa pembalikan.
·
Tanah diratakan
menggunakan garu.
·
Setelah tanah diolah,
dibuat saluran cacing (kemalir) dengan lebar 30 cm, kedalaman 30 cm, dan jarak
antar-saluran 6-10 m.
3.3.2 Penyiapan
Benih
Varietas kedelai yang dianjurkan
untuk dibudidayakan di lahan pasang surut antara lain Galunggung, Lokon, Wilis,
Dempo, Guntur, dan Kerinci. Untuk mendapatkan hasil yang tinggi, benih yang
digunakan perlu memenuhi persyaratan berikut:
·
Daya kecambah tinggi
(di atas 80%)
·
Murni atau tidak
tercampur dengan varietas lain.
·
Bersih atau tidak
tercampur biji-bijian tanaman lain dan kotoran.
·
Bersih, tidak keriput,
dan tidak luka/tergores.
·
Baru, umur benih tidak
lebih dari 6 bulan sejak dipanen.
·
Semakin baru benih,
semakin baik mutunya.
·
Jumlah benih yang
diperlukan untuk setiap hektar lahan adalah 40-45 kg.
3.3.3 Penanaman
Kedelai dapat dibudidayakan secara
tunggal (monokultur) atau
ditumpangsarikan (diselingi) dengan Jagung,
dengan cara:
·
Benih ditanam secara
tugal.
·
Jarak tanam 20 cm x 40
cm.
·
Jumlah benih 2-3 biji
per lubang tanam.
·
Benih yang sudah
ditaruh di lubang tanam ditutup dengan
tanah.
3.3.4
Perbaikan lahan (Ameliorasi Lahan)
Ameliorasi lahan dengan pupuk kandang dosis 1 t/ha dan
dolomit dosis 300-750 kg/ha. Sebelum diaplikasikan, pupuk kandang dicampur rata
dengan dolomit. Dosis dolomit 750 kg/ha setara dengan 1,5 x Al-dd. Rata-rata
Al-dd adalah 2 me/100 g. Aplikasi dilakukan setelah tanam dengan cara disebar
sepanjang barisan tanaman sekaligus untuk menutup lubang tanaman.
Memper baiki sifat gambut pada
lahan pasang surut dapat dilakukan dengan beberapa cara:
·
Menambah abu (misalnya
dari sekam, kayu gergaji atau
gunung api) dengan takaran 3-5 ton per
hektar dalam larikan.
·
Menambah tanah lempung
dengan takaran 3-5 ton per hektar.
·
Mencampur lapisan
gambut dengan lapisan tanah mineral
yang ada di bawahnya, walaupun mengandung
pirit. Hal ini dapat dilaksanakan jika gambutnya cukup dangkal dengan
memanfaatkan tanah mineral yang terangkat ke permukaan tanah ketika
membuat parit.
3.3.5
Pemupukan
Jumlah takaran pupuk dan saat
pemberiannya tidak sama untuk setiap
lokasi, tergantung kepada tipologi lahannya
(lihat Tabe12). Selain pupuk, kapur juga perlu diberikan
untuk mengurangi kemasaman tanah. Kedelai tidak
dapat tumbuh baik di lahan yang sangat masam.
Tabel
1. Takaran pupuk dan kapur serta saat pemberianya pada tanaman kedelai.
3.3.6
Penjarangan
dan Penyulaman
Penjarangan bertujuan untuk:
·
Mengurangi persaingan
antar-tanaman dalam menyerap unsur
hara di tanah yang kurang subur.
·
Mencegah tanaman
kekurangan sinar matahari di tanah
yang subur.
·
Penjarangan dan
penyulaman dilakukan ketika tanaman berumur
1-2 minggu setelah tanam.
·
Jumlah tanaman yang
disisakan setelah penjarangan adalah
dua batang per rumpun. Tanaman yang disisakan
adalah yang paling baik pertumbuhannya.
3.3.7
Penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk
membebaskan tanaman dari tanaman pengganggu
(gulma). Penyiangan dapat dilakukan
dua kali, yaitu pada saat tanaman
berumur 2-3 minggu clan 5-6 minggu
setelah tanam, tergantung pada keadaan gulma. Alat yang digunakan: kored atau
cangkul kecil. Penyiangan gulma
dapat dilakukan dengan menyebarkan jerami
(mulsa) di permukaan lahan atau
menyemprotkan herbisida (obat-obatan). Penyemprotan
herbisida dilakukan pada saat
tanaman berumur 2-3 minggu setelah
tanam.
3.3.8
Pengendalian
Hama dan Penyakit
·
Hasil kedelai akan
menurun apabila terserang hama dan
penyakit.
·
Hama yang sering
menyerang tanaman kedelai di lahan
pasang surut antara lain lalat bibit, penggerek
polong, dan penghisap polong.
·
Jenis penyakit yang
sering merusak tanaman kedelai yaitu
karat daun.
·
Salah satu cara untuk
mencegah serangan hama dan penyakit
kedelai adalah menggunakan obatobatan.
3.3.9
Panen dan Pascapanen
Panen dilakukan jika polong sudah masak fisiologis,
ditandai oleh kulit polong bewarna kuning hingga coklat, daun menguning dan
rontok.
Cara panen sesuai kebiasaan petani. Dijemur secukupnya kemudian dithreser, biji
kemudian dijemur hingga kering (kadar air biji 12 % atau kurang) dan kemudian
dibersihkan.
·
Panen dilakukan setelah
semua daun tanaman sudah tua atau
berwarna kuning.
·
Panen dapat menggunakan
sabit gerigi atau alat/mesin pemanen.
·
Setelah dipanen, polong
kedelai yang masih melekat
dibatangnya segera dijemur.
·
Kemudian biji dirontok
dengan cara dipukul atau menggunakan
mesin perontok bila tersedia.
·
Setelah dirontok, biji
segera dijemur atau dikeringkan
dengan sinar matahari atau menggunakan
alat pengering.
·
Biji kemudian disimpan
atau dijual.
·
Biji yang akan
dijadikan benih, disimpan dalam kantong
plastik yang agak tebal atau kaleng dan
·
ditutup rapat.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kedelai merupakan komoditi tanaman
pangan yang penting artinya. Sebagai bahan makanan, kedelai banyak mengandung
protein, lemak dan vitamin serta unsur mineral lainnya. Tanaman kedelai tidak
hanya dibudidayakan pada lahan kering, tetapi dapat juga dibididayakan pada
lahan basah, seperti lahan pasang surut. Terbatasnya pemanfaatan lahan pasang
surut sebagai lahan pertanian karena
adanya faktor-faktor pembatas pertumbuhan tanaman, terutama pH dan
kandungan hara yang rendah (Munir, 1996), sehingga untuk meningkatkan
produktivitas tanaman pada kondisi lahan demikian, diperlukan upaya antara lain
penanaman varietas unggul yang toleran terhadap kemasaman tanah dan penggunaan
amelioran sebagai bahan pembenah tanah serta pemupukan.
Pemberian bahan amelioran seperti
pupuk organik, tanah mineral, zeolit, dolomit, fosfat alam, pupuk kandang, kapur pertanian, abu sekam, purun
tikus (Eleocharis dulcis) dapat
meningkatkan pH tanah dan basa-basa tanah (Subiksa et al., 1997; Mario, 2002; Salampak, 1999). Penambahan
bahan-bahan amelioran yang banyak mengandung kation polivalen juga dapat mengurangi pengaruh buruk asam-asam
organik beracun.
Hasil penelitian Lubis et al. (1993)
menunjukkan bahwa pemberian abu
jerami dan abu kayu karet pada
tanah gambut ternyata dapat meningkatkan pH
tanah dibanding dengan kontrol masingmasing mencapai
pH 5,8 dengan dosis 300 mL per pot.
Hasil penelitian Farmadi (1994) memberikan abu
serbuk gergaji kayu dengan dosis 20 ton ha-1 pada
tanah gambut mampu menaikan pH bila dibandingkan dengan
perlakuan kontrol. Pada dosis tersebut
juga dicapai P tertinggi yaitu 294,33 ppm. Penelitian
Farmadi (1994) juga menunjukkan pengaruh yang
nyata terhadap tanaman pada umur 1 dan
3 minggu.
Dari hasil penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa pemberian amelioran pada lahan pasang surut dapat
meningkatkan kesuburan dan kualitas lahan pasang surut, serta dapat
meningkatkan hasil atau produksi kedelai.
4.2 Saran
Saran yang dapat kami sampaikan
adalah agar memulai membudidayakan tanaman kedelai pada lahan pasang surut
dengan teknologi amelioran, karena dengan teknologi amelioran dapat
meningkatkan kualitas tanah dan produksi kedelai.
DAFTAR
PUSTAKA
Adisarwanto,
T. dan R. Wudianto. 1999. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah-Kering-Pasang Surut. Penebar Swadaya. Bogor. 86 hal.
Adisarwanto,
T. 2005. Budidaya dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar Kedelai. Penebar Swadaya. Bogor.
Effendi,
I dan M. Utomo. 1993. Analisis perbandingan tenaga kerja, produksi dan pendapatan usahatani kedelai pada sistem tanpa olah tanah dan olah tanah biasa di
Rawa Sragi, Lampung. Dalam M. Utomo et
al. (Eds.). Prosiding Nasional IV Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi; hal 247-253.
Hidayat,
O. D. 1985. Morfologi Tanaman Kedelai. Hal 73-86. Dalam S. Somaatmadja et al. (Eds.). Puslitbangtan. Bogor. Fachruddin, Lisdiana, Ir. 2000.
Budidaya Kacang-kacangan. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Rukmana,
S. K. dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai, Budidaya Pasca Panen. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 92 hal.
Sumarno
dan Harnoto. 1983. Kedelai dan cara bercocok tanamnya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Buletin Teknik 6:53 hal.
Suprapto,
H. 1998. Bertanam kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar
Kritik dan saran sangat diharapkan